BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Planaria merupakan hewan yang biasa dipakai untuk
pengamatan/ percobaan regenerasi. Hewan ini memiliki kemampuan yang sangat
tinggi untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak dan bahkan mampu mengganti
bagian tubuh yang hilang dengan bentukan baru (Muchtarromah, 2006).
Planaria merupakan salah satu anggota kelompok cacing
pipih (Plathyhelmintes). Cacing ini hidup dengan baik di perairan yang jernih
dan bersih (tidak terpolusi). Biasanya cacing ini mudah ditemukan di dalam
sungai muara dan air terjun. Tubuh planaria sangat empuk/lembut dan sangat
mudah terluka atau terpotong. Namun, planaria memiliki kemampuan yang sangat
tinggi untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuhnya.
Lebih jauh lagi, planaria mampu mengganti bagian
tubuhnya yang rusak atau hilang dengan yang baru hingga terbentuk tubuh yang
utuh lagi. Apabila tubuh planaria terluka atau terpotong, maka hal pertama yang
terjadi adalah penyembuhan luka yang menutup permukaan puntung. Proses
selanjutnya adalah pembersihan “serpihan” luka dibagian dalam dan pertumbuhan
serta perkembangan jaringan baru (Muctarromah, 2006).
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum kali ini adalah:
1.
Bagaimana
konsep-konsep perkembangan pada hewan dewasa, regenerasi, dan proses
regenerasi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam
praktikum kali ini adalah:
1.
Untuk
memahami dengan baik mengenai konsep-konsep perkembangan pada hewan dewasa,
regenerasi, dan proses regerasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Regenerasi
Regenerasi adalah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas
kembali seperti semula. Kerusakan itu bervariasi. Ada yang ringan, seperti luka
dan memar; ada yang sedang, yang menyebabkan ujung sebagian tubuh terbuang; dan
yang berat, yang menyebabkan suatu bagian besar tubuh terbuang (Yatim, 1984).
2.2 Daya Regenerasi
Daya regenerasi tak sama pada berbegai organisme. Ada yang tinggi
ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan
sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya ialah
Coelenterata, Platyhelmintes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
mamalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka;
bagian tubuh yang lepas tak dapat ditumbuhkan kembali (Jasin, 1984).
Hydra dapat
dipotong-potong sampai kecil sekali dan 1/200 bagian dari tubuhnya yang asli
dapat beregenerasi jadi individu baru yang utuh. Pada Hydroid polyp, ada proses
regenerasi yang terus-menerus, disebut “regenerasi fisiologis”. Tentakel dan
dasarnya sekalian pada waktu tertentu dilepaskan, dibuang, lalu tumbuh lagi
yang baru dari bawah (Yatim, 1984).
Setelah
Coelenterata menyususl Platyhelmintes, hewan yang paling tinggi daya
regenerasinya. Contoh Planaria, yang mampu beregenerasi dari 1/300 fragment
tubuhnya menjadi individu yang utuh. Pada Annelida daya regenerasinya terbatas.
Jika tubuh dipotong-potong, setiap potongan dapat tumbuh jadi individu baru
yang utuh, tapi segmentnya tiodak lengkap semula. Alat genitalia tak ikut
beregenerasi. Jika potongan tak mengandung genitalia asli individu baru yang
berasal dari situ tak bergenitalia. Hirudinea (pacet dan lintah) taidak
beregenerasi. Nemetoda juga tidak (Yatim, 1984).
Mollusca dayanya
kecil saja. Mata yang lepas asal ada batangnya, masih bias beregenerasi. Tapi
kalau tak ada batang itu, tak mampu. Sebagian kepala atau kaki juga dapat
beregenerasi. Vertebrata, dibandingkan dengan Evertebrata, terendah daya
regenerasinya. Dikalangan sub-phylum ini yang tertinggi daya regenerasinya
ialah Urodela. Hewan ini banyak dipakai dalam regenerasi experimental. Anggota,
insang, ekor, rahang, mata, dapat tumbuh kembali kalau lepas atau potong.
Sedang Anura, regenerasinya terbatas pada tingkat larva, dan hanya pada anggota
dan ekor. Yang dewasa tak bisa beregenerasi sama sekali. Reptilia hanya
terbatas pada ekor, yang seperti kepiting juga untuk melepaskan diri dari
tangkapan musuh, ekor dibiarkan lepas (Yatim, 1984).

(Anonymous, 2009).
2.3 Proses Regenerasi
Dipakai contoh salamander (Urodela) dalam experiment untuk meneliti
proses regenerasi. Satu kaki salamander ini dipotong dekat pangkal lengan.
Terjadilah proses berikut:
1.
Darah mengalir menutupi permukaan luka, lalu beku, membentuk “scab” yang
sifatnya melindungi.
2.
Epitel
kulit menyebar di permukaan luka, di bawah “scab”.
Sel epitel itu bergerak secara amoebid. 2 hari butuh waktu agar kulit itu
lengkap menutupi luka. (Pada Evertebrata otot bawah kulit ikut berkerut untuk
mempercepat epitel menutup luka).
3.
Dedifferensiasi
sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga jadi bersifat
muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.
Matrix tulang dan tulang rawan melarut, sel-selnya lepas dan bersebar di bawah
epitel.
4.
Pembentukan
blastema, yakni kuncup regenerasi pada
permukaan bekas luka. “Scab” mungkin sudah lepas waktu ini. Blastema berasal
dari penimbunan sel-sel dedifferensiasi.
5.
Proliferasi
sel-sel dedifferensiasi secara mitosis.
Proliferasi ini serentak dengan proses dedifferensiasi, dan memuncak pada waktu
blastema dalam besarnya yang maksimal, dan waktu itu tak membesar lagi.
6.
Redifferensiasi
sel-sel dedifferensiasi, serentak dengan
berhentinya proliferasi sel-sel blastema itu (Yatim, 1984).
Pada planaria telah diteliti, bahwa sel-sel yang asalnya
dari parenkim (berasal dari lapis benih mesoderm), selain menumbuhkan alat
derivat mesodermal (yakni otot dan parenkim lagi), juga sanggup menumbuhkan
jaringan saraf dan saluran pencernaan
(masing-masing berasal dari lapis benih ectoderm dan endoderm). Akhirnya
anggota yang diamputasi itu akan tumbuh lagi sebesar semula, dengan struktur
anatomis dan histologis yang serupa dengan asal (Yatim, 1984).
2.4 Regenerasi Alat Lain Salamander
Secara experimental dilakukan pula amputasi terhadap ekor
salamander. Ternyata hasil regenerasi itu tidak seperti semula kembali. Ekor
baru tidak itu tidak mengandung notochord lagi, dan vertebrae yang baru hanya
terdiri dari ruas-ruas tulang rawan (Carlson, 1998).
Ruas-ruas itu hanya
menyelaputi batang saraf (medulla spinalis). Jumlah ruas vertebrae itu pun tidak
selengkap asal. Membuktikan bahwa sel dedifferensiasi bias pluripotent, yakni
dapat menumbuhkan jaringan yang bukan dari mana dia berasal, dilakukan
experiment amputasi lensa salamander. Lensa baru terbentuk dengan proses yang
disebut regenerasi Wolffian. Artinya lensa baru terbentuk dari sel-sel
dari pinggir dorsal iris, yang berasal dari mesoderm. Padahal embryologis lensa
itu tumbuh dari epidermis (Jasin, 1984).
2.5 Peranan Kulit dan Saraf
Kalau kulit segera menutupi luka amputasi salamander, regenerasi
terhalang. Seperti ditemukan pada katak, kulit segera menutupi luka. Karena itu
jika kaki katak diamputasi, tak terjadi regenerasi, karena kulit yang segera
menutup luka itu. Dengan diberi larutan garam untuk mencegah lapisan dermis
kulit bergerak ke luka, ternyata terjadi regenerasi. Kalau hanya epidermis
kulit yang menutup luka, regenerasi terjadi. Ini menunjukkan bahwa kulit,
terutama dermis, mengandung suatu zat yang memblokir proses regenerasi (Yatim,
1984).
Untuk terjadinya
regenerasi perlu kehadiran urat saraf. Jika saraf anggota dipotong waktu larva,
lalu kemudian anggota itu diamputasi, tak ada regenerasi berlangsung.
Dedifferensiasi terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorpsi masuk tubuh, dan
akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika saraf
dipotong dan anggota diamputasi, tunggulnya akan bergenerasi. Jika
dialihkan saraf lain ke tunggal amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah
diangkat, ternyata ada regenerasi. Jadi jelas perlu kehadiran saraf. Apa zat
yang sifatnya “trophic” keluar dari saraf itubelum diketahui (Yatim, 1984).
2.6 Regenerasi Histologis
Pada Mamalia, termasuk orang, daya regenerasinya kecil sekali; hanya
terbatas pada taraf histologis, tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat
beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat, dan juga
beberapa kelenjar pencernaan seperti
hati dan pancreas (Yatim, 1984).
2.6.1 Tulang
Tulang dikenal paling tinggi daya penyembuhannya. Kita ambil contoh
kalau terjadi patah tulang. Mula-mula darah membeku di tempat patahan
(fraktur). Disusul denga hancurnya matrix tulang, dan osteosit di tempat itu
pun pada mati. Periosteum dan endosteum sekitar patahan bereaksi, denga
terjadinya proliferasi fibroblastnya. Hasilnya terjadi penumpukan sel-sel di
celah patahan (Carlson, 1998).
Disusul dengan
terbentuknya tulang rawan hialin di tempat itu. Lantas terjadi ossifikasi
secara endochondral dan membranous. Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang
menghubungkan kedua ujung patahan, disebut callus. Ossifikasi
berlangsung terus, sampai celah terisi kembali semua dengan bahan tulang. Dalam
rangka penyembuhan patah tulang biasanya dilakukan penekanan dari luar (berupa
bilah papan). Ini menolong remodeling callus sehingga kedua tepi patahan
bertaut dengan rata oleh callus. Taraf akhir, callus diresap dan diganti oleh
tulang lamella (Carlson, 1998).
2.6.2 Tulang Rawan
Tulang rawan sulit beregenerasi kalau orang sudah dewasa. Biasanya
hasil regenarasi itu pun tidak sesempurna seperti semula. Seperti halnya dengan
penyembuhan patah tulang, di sisi sel-sel fibroblast dari perichondrium masuk
patahan dan menghasilkan jaringa tulang rawan di situ. Jika kerusakan tulang
rawan itu besar, sel fibroblast di tempat patahan membentuk jaringan ikat rapat
(Jasin, 1984).
2.6.3 Otot
Otot jantung kalau orang dewasa tak dapat beregenerasi. Kalau
terjadi kerusakan (seperti infarct jantung), bekas otot yang rusak ditempati
jaringan ikat berupa parut. Pada otot lurik regenerasi dilakukan oleh sel
satelit yang terletak bersebar di lamina basalis yang menyelaputi serat otot.
Ketika terjadi kerusakan, sel-sel satelit sekitar kerrusakan jadi aktif dan
berproliferasi, membentuk sel-sel otot lurik baru. Otot polos dapat
beregenerasi sendiri, dengan melakukan motosis berulang-ulang untuk menggantikan
yang rusak (Yatim, 1984).
2.6.4 Saraf
Serat saraf tepi, kalau putus
dapat juga beregenerasi, asal perikaryon (soma neuron) tidak ikut rusak. Jika
urat saraf potong, bagian ujung yang lepas dari perikaryon akan berdegenerasi
dan debrisnya diphagocytosis makrograf. Bagian pangkal yang berhubungan dengan
porikaryon tetap tertahan, dan akan beregenerasi (Wiyono, 2005).
Terjadi proses sebagai berikut:
1.
Chrmatolysis, yakni melarutnya badan Nissl.
2.
Perikaryon
membesar.
3.
Inti
berpindah ke tepi.
4.
Bagian
ujung axon yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi.
5.
Di ujung
axon yang putus, setelah semua hancur
dan dibersihkan makrofag, sel Schwann
berproliferi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal axon kemudian tumbuh dan
bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga
mencapai alat effector (otot, kelenjar) (Wiyono, 2005).
2.6.5 Hati
Daya regenerasi hati besar
juga. Pada tikus 2/3 bagian belahan hati dapat diangkat, beberapa hari kemudian
tumbuh lagi sampai sebesar semula. Jika hati kemasukan zat kimia yang sifatnya
meracun sel-selnya, seperti hidrokarbon berchlor atau karena saluran empedu
tersumbat, sebagian belahan hati dapat rusak. Yang rusak ini dapat diperbaiki
lagi. Sel-sel epitel pelapis saluran empedu dalam hati pun dapat ikut
bermitosis untuk menumbuhkan saluran-saluran baru bagi bagian yang sedang
beregenerasi. Makin lanjut umur orang daya regenerasi hati makin susut (Ngatidjan,
1991).
2.6.6 Pancreas
Daya regenerasi pancreas kecil saja. Jika segumpal besar pancreas
rusak dan lepas, regenerasi tidak akan dapat mengembalikan alat itu seperti
semula; hanya perbaikan di pinggiran yang tipis saja. Jadi gumpalan yang hilang
tetap tak terganti. Jika sebagian kecil saja yang rusak, dapat terjadi
regenerasi pada saluran dan pulau Langerhans, sedangkan regenerasi pada
kelenjar acini sedikit sekali (Yatim, 1984).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II Sub Bab pengamatan dan
pembahasan “Regenarasi pada Planaria” di laksanakan pada hari Kamis tanggal 11
Juni 2010.
Pukul 13.00-15.30 WIB di Laboratorium Pendidikan A Jurusan Biologi Fakultas
SAINTEK Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang diperlukan dalam praktikum kali ini meliputi: papan bedah,
scalpel yang tajam, beaker glass, kaca pembesar/mikroskop berkekuatan rendah,
kuas yang lembut.
3.2.2 Bahan
Dan bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini
meliputi: air yang diambil dari habitat Planaria, kertas karbon.
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam praktikum kali ini sebagai berikut:
a.
Penyiapan
Puntung
1.
Diambil
Planaria dengan menggunakan kuas yang lembut. Diletakkan Planaria diatas papan
bedah.
2.
Dipotong
tubuh Planaria mengikuti pola pemotongan yang telah dijelaskan. Selain itu
diperkenankan membuat pola potongan yang berbeda.
3.
Dimasukkan
potongan-potongan tubuh Planaria ke dalam “beaker glass” yang telah berisi air
bersih. Dikumpulkan potongan bagian anterior dengan bagian anterior, dan
sebagainya.
4.
Dibungkus
“beaker glass” dengan kertas karbon, dan dibuat beberapa lubang ventilasi di
bagian tutupnya.
5.
Diletakkan
“beaker glass” ditempatkan yang teduh dan ventilasinya bagus.
b.
Pengamatan
Regenerasi
1.
Diamati
perkembangan potongan-potongan tubuh Planaria setiap hari.
2.
Dicatat
semua perkembangan yang teramati yang berhubungan dengan proses regenerasi potongan
tubuh Planaria.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Hari
|
Perlakuan
|
Total
|
Jumlah Hidup
|
Jumlah Mati
|
Ket.
|
I
II
|
Planaria bag. Anterior
Bag. posterior
Bag. samping kanan
Bag. samping kiri
Bag. anterior
Bag.Posterior
Bag. samping kanan
Bag. samping kiri
|
3 (Hidup semua)
3
3
3
3
3
3
3
|
3
3
2
3
3
3
2
3
|
-
-
1
-
-
-
1
-
|
|
4.2 Pembahasan Pengamatan
Pada pengamatan praktikum kali ini alat-alat yang dibutuhkan yaitu:
papan bedah digunakan untuk pelindung memotong Planaria, skapel yang tajam
digunakan untuk memotong Planaria, beakar glass digunakan untuk tempat Planaria
dan tempat air, kaca pembesar/mikroskop berkekuatan rendah digunakan untuk
mengamati Planaria dengan jelas. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan yaitu:
Planaria yang diambil dari habitat Planaria, dan kertas karbon. Pada kertas
karbon ini berfungsi untuk mengelabuhi Planaria agar Planaria seakan-seakan
tetap seperti di tempat asal yang teduh, dan sedikit cahaya matahari.
4.2.1 Pengamatan Planaria pada Hari Pertama
Berdasarkan hasil pengamatan Planaria pada hari pertama, perlakuan
anterior yang dipotong dengan total Planaria awal 3. Setelah hari
pertama jumlah yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Pada bagian
posterior berbentuk cekungan, luka pada posterior belum tertutup secara
sempurna. Perlakuan pada bagian posterior yang dipotong total Planaria awal 3.
Setelah hari pertama jumlah yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Pada
bagian anterior belum terbentuk dengan baik. Bagian ujung anterior membentuk
lekukan, gerak pada Planaria tersebut pasif.
Pada perlakuan
samping kanan yang dipotong, dengan total Planaria awal 3. Setelah hari pertama
jumlah Planaria yang hidup 2 dan yang mati 1, badan belum terbentuk dengan
sempurna. Planaria yang mati mengalami peleburan, pada pangkal posterior
membentuk lekukan. Salah satu Planaria, badan yang mengalami goresan belum
menutup dengan sempurna. Pada perlakuan samping kiri yang dipotong, dengan
total Planaria awal 3. Setelah hari pertama jumlah Planaria yang hidup 3
(tetap) dan tidak ada yang mati. Belum terbentuk posterior dan anterior (pada
Planaria ke-2). Dan belum terbentuk bagian badan dekat posterior dengan
sempurna dan geraknya pasif.


(Anonymous, 2009). (Anonymous, 2009).
Bagian Planaria. Bagian
Planaria.
4.2.2 Pengamatan Planaria pada Hari ke-2
Berdasarkan hasil pengamatan Planaria pada hari ke-2 Planaria bagian
anterior yang dipotong, total awal Planaria yang masih hidup 3. Setelah hari
ke-2 jumlah yang hidup 3 (tetap) dan yang mati tidak ada. Pada badan Planaria
bertambah besar dan ujung badan anterior berwarna putih. Hal tersebut telah
membuktikan bahwa, pada bagian anterior yang dipotong telah mengalami
regenerasi lebih cepat. Pergerakannya melengkung pada bagian posterior belum
terbentuk dengan sempurna, dan masih membentuk lekukan. Pada bagian posterior
yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah hari ke-2 jumlah yang hidup 3
(tetap) dan tidak ada yang mati. Anterior belum terbentuk dengan sempurna, dan
ukuran badan tetap. Pergerakan lambat, karena tidak seaktif pada bagian
anterior.
Pada bagian
samping kanan yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah dua hari jumlah yang
hidup 2 dan yang mati 1. Planaria yang mati telah melebur, sedangkan Planaria
yang hidup tubuhnya semakin panjang. Pada badan yang terpotong belum mengalami
regenerasi dengan sempurna. Geraknya lambat, karena tidak seaktif pada bagian
anterior. Bagian anterior dan posterior sudah mulai terbentuk, tetapi badan
samping posterior belum sempurna pembentukan tubuhnya. Pada bagian samping
kiri, yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah dua hari jumlah yang hidup 3
dan yang mati tidak ada. Planaria yang paling besar, belum terbentuk anterior
gerak lambat. Pada Planaria ke-2 posterior belum terbentuk, dan lebih banyak
diam daripada gerak. Planaria ke-3 anterior belum terbentuk dan geraknya
lambat.


Bag. Anterior
Bagian posterior
(Anonymous, 2009). (Anonimous, 2009).
Planaria adalah termasuk cacing pipih yang tempat
hidupnya di air yang banyak mengandung oksigen. Sama halnya hewan air lainya ia
tergolong pada invetebrata. Hewan ini dapat juga djadikan bioindikator untuk
mengetahui tingkat kualitas air. Karena pada air yang tercemar planaria tidak
dapat hidup. Cacing planaria berbentuk pipih yang bisa memanjang dan mengerut.
Jika planaria bagian tubuhnya dipotong
akan mengalami regenerasi (Jasin, 1984).
Menurut Wiyono (2005), regenerasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan faktor
bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat
regenerasi. Regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu 29,7o C. Faktor bahan
makanan tidak begitu mempengaruhi dalam proses regenerasi.
Menurut Ngatidjan (1991), regenerasi melalui beberapa tahapan, yaitu
:
- Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
- Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit.
- Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
- Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
- Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
- Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.
Planaria yang tertangkap kebanyakan memiliki panjang 2
cm lebar 0,3 cm, selain itu diperoleh juga planaria yang memiliki panjang 4 – 5
cm. Pada saat planaria dipotong secara transversal menjadi 2 bagian. Pada
bagian ekor akan membentuk kepala selama 4 menit dan bagian kepala akan membentuk ekor selama
8 menit (Carlson, 1998).
Pada saat planaria dipotong secara transversal menjadi 3
bagian. Bagian kepala membentuk ekor selama 8 menit, potongan bagian
tengah depan membentuk kepala selama 15
menit dan membentuk ekor bagian bawah selama 17 menit, sedangkan bagian ekor
akan membentuk kepala selama 5 menit. Pada saat planaria dipotong secara
longitudinal, pertumbuhan bagian tubuh tidak memanjang melainkan melebar, dan
hanya memerlukan waktu selama 2 menit (Ngatidjan, 1991).
Planaria yang dipotong- potong ternyata masih bisa
hidup. Jika planaria dipotong secara transversal menjadi 2 bagian, maka bagian
ekor akan terbentuk kepala, dan pada bagian kepala akan terbentuk ekor. Sedangkan
jika dipotong secara transversal menjadi 3 bagian, maka pada bagian ekor akan
terbentuk kepala, pada bagian kepala akan terbentuk ekor, dan pada bagian
tengah planaria akan terbentuk kepala dan ekor. Planaria yang dipotong secara
longitudinal mengalami regenerasi sangat cepat secara melebar. Regenerasi
Planaria sangat cepat dan bila dilakukan pemotongan secara longitudinal, maka
secara cepat akan membentuk kembali bagian tubuhnya secara lengkap (Yatim,
1984).
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan dan pembahasan diatas, serta didukung dari beberapa literatur maka
dapat disimpulkan bahwa:
- Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas.
- Proses regenerasi yaitu:
- Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
- Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab.
- Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.
- Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka.
- Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
- Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi yaitu: temperatur, proses biologi, dan faktor bahan makanan.
- Bagian regenerasi pada Planaria yang berkembang lebih cepat yaitu anterior, karena dilakukan pemotongan secara longitudinal, maka secara cepat akan membentuk kembali bagian tubuhnya secara lengkap.
5.2 Saran
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kulia SPH II
dan para Asisten Laboratorium SPH II, karena telah membimbing kami dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan. Semoga apa yang telah kita lakukan selama ini
bermanfaat, khususnya bagi diri kita sendiri dan bagi semua pada umumnya.
Amiin……
DAFTAR PUSTAKA
Carlson, B.M. 1998. Patten’s
Foundation of Embryology. New York: McGraw-Hill Book Company.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik
Hewan ( Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinar Wijaya.
Muchtarromah. 2006. Panduan Praktikum SPH II. Malang: UIN
Malang.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium.
Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta: UGM.
Wiyono, Sapto. 2005. Kamus Pintar Bioologi.
Surabaya: Citra Wacana.
Yatim, Wildan. 1984. Embriologi.
Bandung: Tarsito.
0 komentar:
Posting Komentar