salam

Pages

Rabu, 17 April 2013

Struktur Perkembangan Hewan II “Regenarasi pada Planaria”



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Planaria merupakan hewan yang biasa dipakai untuk pengamatan/ percobaan regenerasi. Hewan ini memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak dan bahkan mampu mengganti bagian tubuh yang hilang dengan bentukan baru (Muchtarromah, 2006).
Planaria merupakan salah satu anggota kelompok cacing pipih (Plathyhelmintes). Cacing ini hidup dengan baik di perairan yang jernih dan bersih (tidak terpolusi). Biasanya cacing ini mudah ditemukan di dalam sungai muara dan air terjun. Tubuh planaria sangat empuk/lembut dan sangat mudah terluka atau terpotong. Namun, planaria memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuhnya.
Lebih jauh lagi, planaria mampu mengganti bagian tubuhnya yang rusak atau hilang dengan yang baru hingga terbentuk tubuh yang utuh lagi. Apabila tubuh planaria terluka atau terpotong, maka hal pertama yang terjadi adalah penyembuhan luka yang menutup permukaan puntung. Proses selanjutnya adalah pembersihan “serpihan” luka dibagian dalam dan pertumbuhan serta perkembangan jaringan baru (Muctarromah, 2006).

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum kali ini adalah:
1.      Bagaimana konsep-konsep perkembangan pada hewan dewasa, regenerasi, dan proses regenerasi?

1.3 Tujuan
      Adapun tujuan dalam praktikum kali ini adalah:
1.      Untuk memahami dengan baik mengenai konsep-konsep perkembangan pada hewan dewasa, regenerasi, dan proses regerasi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Regenerasi
            Regenerasi adalah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali seperti semula. Kerusakan itu bervariasi. Ada yang ringan, seperti luka dan memar; ada yang sedang, yang menyebabkan ujung sebagian tubuh terbuang; dan yang berat, yang menyebabkan suatu bagian besar tubuh terbuang (Yatim, 1984).

2.2 Daya Regenerasi
            Daya regenerasi tak sama pada berbegai organisme. Ada yang tinggi ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya ialah Coelenterata, Platyhelmintes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan mamalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka; bagian tubuh yang lepas tak dapat ditumbuhkan kembali (Jasin, 1984).
            Hydra dapat dipotong-potong sampai kecil sekali dan 1/200 bagian dari tubuhnya yang asli dapat beregenerasi jadi individu baru yang utuh. Pada Hydroid polyp, ada proses regenerasi yang terus-menerus, disebut “regenerasi fisiologis”. Tentakel dan dasarnya sekalian pada waktu tertentu dilepaskan, dibuang, lalu tumbuh lagi yang baru dari bawah (Yatim, 1984).
            Setelah Coelenterata menyususl Platyhelmintes, hewan yang paling tinggi daya regenerasinya. Contoh Planaria, yang mampu beregenerasi dari 1/300 fragment tubuhnya menjadi individu yang utuh. Pada Annelida daya regenerasinya terbatas. Jika tubuh dipotong-potong, setiap potongan dapat tumbuh jadi individu baru yang utuh, tapi segmentnya tiodak lengkap semula. Alat genitalia tak ikut beregenerasi. Jika potongan tak mengandung genitalia asli individu baru yang berasal dari situ tak bergenitalia. Hirudinea (pacet dan lintah) taidak beregenerasi. Nemetoda juga tidak (Yatim, 1984).
            Mollusca dayanya kecil saja. Mata yang lepas asal ada batangnya, masih bias beregenerasi. Tapi kalau tak ada batang itu, tak mampu. Sebagian kepala atau kaki juga dapat beregenerasi. Vertebrata, dibandingkan dengan Evertebrata, terendah daya regenerasinya. Dikalangan sub-phylum ini yang tertinggi daya regenerasinya ialah Urodela. Hewan ini banyak dipakai dalam regenerasi experimental. Anggota, insang, ekor, rahang, mata, dapat tumbuh kembali kalau lepas atau potong. Sedang Anura, regenerasinya terbatas pada tingkat larva, dan hanya pada anggota dan ekor. Yang dewasa tak bisa beregenerasi sama sekali. Reptilia hanya terbatas pada ekor, yang seperti kepiting juga untuk melepaskan diri dari tangkapan musuh, ekor dibiarkan lepas (Yatim, 1984).

(Anonymous, 2009).

2.3 Proses Regenerasi
            Dipakai contoh salamander (Urodela) dalam experiment untuk meneliti proses regenerasi. Satu kaki salamander ini dipotong dekat pangkal lengan. Terjadilah proses berikut:
1.      Darah mengalir menutupi permukaan luka, lalu beku, membentuk “scab” yang sifatnya melindungi.
2.      Epitel kulit menyebar di permukaan luka, di bawah “scab”. Sel epitel itu bergerak secara amoebid. 2 hari butuh waktu agar kulit itu lengkap menutupi luka. (Pada Evertebrata otot bawah kulit ikut berkerut untuk mempercepat epitel menutup luka).
3.      Dedifferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga jadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matrix tulang dan tulang rawan melarut, sel-selnya lepas dan bersebar di bawah epitel.
4.      Pembentukan blastema, yakni kuncup regenerasi pada permukaan bekas luka. “Scab” mungkin sudah lepas waktu ini. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel dedifferensiasi.
5.      Proliferasi sel-sel dedifferensiasi secara mitosis. Proliferasi ini serentak dengan proses dedifferensiasi, dan memuncak pada waktu blastema dalam besarnya yang maksimal, dan waktu itu tak membesar lagi.
6.      Redifferensiasi sel-sel dedifferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema itu (Yatim, 1984).
Pada planaria telah diteliti, bahwa sel-sel yang asalnya dari parenkim (berasal dari lapis benih mesoderm), selain menumbuhkan alat derivat mesodermal (yakni otot dan parenkim lagi), juga sanggup menumbuhkan jaringan saraf  dan saluran pencernaan (masing-masing berasal dari lapis benih ectoderm dan endoderm). Akhirnya anggota yang diamputasi itu akan tumbuh lagi sebesar semula, dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asal (Yatim, 1984).  

2.4 Regenerasi Alat Lain Salamander
            Secara experimental dilakukan pula amputasi terhadap ekor salamander. Ternyata hasil regenerasi itu tidak seperti semula kembali. Ekor baru tidak itu tidak mengandung notochord lagi, dan vertebrae yang baru hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan (Carlson, 1998).
            Ruas-ruas itu hanya menyelaputi batang saraf (medulla spinalis). Jumlah ruas vertebrae itu pun tidak selengkap asal. Membuktikan bahwa sel dedifferensiasi bias pluripotent, yakni dapat menumbuhkan jaringan yang bukan dari mana dia berasal, dilakukan experiment amputasi lensa salamander. Lensa baru terbentuk dengan proses yang disebut regenerasi Wolffian. Artinya lensa baru terbentuk dari sel-sel dari pinggir dorsal iris, yang berasal dari mesoderm. Padahal embryologis lensa itu tumbuh dari epidermis (Jasin, 1984).
2.5 Peranan Kulit dan Saraf
            Kalau kulit segera menutupi luka amputasi salamander, regenerasi terhalang. Seperti ditemukan pada katak, kulit segera menutupi luka. Karena itu jika kaki katak diamputasi, tak terjadi regenerasi, karena kulit yang segera menutup luka itu. Dengan diberi larutan garam untuk mencegah lapisan dermis kulit bergerak ke luka, ternyata terjadi regenerasi. Kalau hanya epidermis kulit yang menutup luka, regenerasi terjadi. Ini menunjukkan bahwa kulit, terutama dermis, mengandung suatu zat yang memblokir proses regenerasi (Yatim, 1984).
            Untuk terjadinya regenerasi perlu kehadiran urat saraf. Jika saraf anggota dipotong waktu larva, lalu kemudian anggota itu diamputasi, tak ada regenerasi berlangsung. Dedifferensiasi terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorpsi masuk tubuh, dan akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika saraf  dipotong dan anggota diamputasi, tunggulnya akan bergenerasi. Jika dialihkan saraf lain ke tunggal amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi. Jadi jelas perlu kehadiran saraf. Apa zat yang sifatnya “trophic” keluar dari saraf itubelum diketahui (Yatim, 1984).

2.6 Regenerasi Histologis
            Pada Mamalia, termasuk orang, daya regenerasinya kecil sekali; hanya terbatas pada taraf histologis, tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat, dan juga beberapa kelenjar pencernaan  seperti hati dan pancreas (Yatim, 1984).
2.6.1 Tulang
            Tulang dikenal paling tinggi daya penyembuhannya. Kita ambil contoh kalau terjadi patah tulang. Mula-mula darah membeku di tempat patahan (fraktur). Disusul denga hancurnya matrix tulang, dan osteosit di tempat itu pun pada mati. Periosteum dan endosteum sekitar patahan bereaksi, denga terjadinya proliferasi fibroblastnya. Hasilnya terjadi penumpukan sel-sel di celah patahan (Carlson, 1998).
            Disusul dengan terbentuknya tulang rawan hialin di tempat itu. Lantas terjadi ossifikasi secara endochondral dan membranous. Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang menghubungkan kedua ujung patahan, disebut callus. Ossifikasi berlangsung terus, sampai celah terisi kembali semua dengan bahan tulang. Dalam rangka penyembuhan patah tulang biasanya dilakukan penekanan dari luar (berupa bilah papan). Ini menolong remodeling callus sehingga kedua tepi patahan bertaut dengan rata oleh callus. Taraf akhir, callus diresap dan diganti oleh tulang lamella (Carlson, 1998).
2.6.2 Tulang Rawan
            Tulang rawan sulit beregenerasi kalau orang sudah dewasa. Biasanya hasil regenarasi itu pun tidak sesempurna seperti semula. Seperti halnya dengan penyembuhan patah tulang, di sisi sel-sel fibroblast dari perichondrium masuk patahan dan menghasilkan jaringa tulang rawan di situ. Jika kerusakan tulang rawan itu besar, sel fibroblast di tempat patahan membentuk jaringan ikat rapat (Jasin, 1984).
2.6.3 Otot
            Otot jantung kalau orang dewasa tak dapat beregenerasi. Kalau terjadi kerusakan (seperti infarct jantung), bekas otot yang rusak ditempati jaringan ikat berupa parut. Pada otot lurik regenerasi dilakukan oleh sel satelit yang terletak bersebar di lamina basalis yang menyelaputi serat otot. Ketika terjadi kerusakan, sel-sel satelit sekitar kerrusakan jadi aktif dan berproliferasi, membentuk sel-sel otot lurik baru. Otot polos dapat beregenerasi sendiri, dengan melakukan motosis berulang-ulang untuk menggantikan yang rusak (Yatim, 1984).
2.6.4 Saraf
            Serat saraf  tepi, kalau putus dapat juga beregenerasi, asal perikaryon (soma neuron) tidak ikut rusak. Jika urat saraf potong, bagian ujung yang lepas dari perikaryon akan berdegenerasi dan debrisnya diphagocytosis makrograf. Bagian pangkal yang berhubungan dengan porikaryon tetap tertahan, dan akan beregenerasi (Wiyono, 2005).
Terjadi proses sebagai berikut:
1.      Chrmatolysis, yakni melarutnya badan Nissl.
2.      Perikaryon membesar.
3.      Inti berpindah ke tepi.
4.      Bagian ujung axon yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi.
5.      Di ujung axon yang putus, setelah  semua hancur dan dibersihkan makrofag, sel  Schwann berproliferi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal axon kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga mencapai alat effector (otot, kelenjar) (Wiyono, 2005).
2.6.5 Hati
            Daya regenerasi hati  besar juga. Pada tikus 2/3 bagian belahan hati dapat diangkat, beberapa hari kemudian tumbuh lagi sampai sebesar semula. Jika hati kemasukan zat kimia yang sifatnya meracun sel-selnya, seperti hidrokarbon berchlor atau karena saluran empedu tersumbat, sebagian belahan hati dapat rusak. Yang rusak ini dapat diperbaiki lagi. Sel-sel epitel pelapis saluran empedu dalam hati pun dapat ikut bermitosis untuk menumbuhkan saluran-saluran baru bagi bagian yang sedang beregenerasi. Makin lanjut umur orang daya regenerasi hati makin susut (Ngatidjan, 1991).
2.6.6 Pancreas
            Daya regenerasi pancreas kecil saja. Jika segumpal besar pancreas rusak dan lepas, regenerasi tidak akan dapat mengembalikan alat itu seperti semula; hanya perbaikan di pinggiran yang tipis saja. Jadi gumpalan yang hilang tetap tak terganti. Jika sebagian kecil saja yang rusak, dapat terjadi regenerasi pada saluran dan pulau Langerhans, sedangkan regenerasi pada kelenjar acini sedikit sekali (Yatim, 1984).




BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II Sub Bab pengamatan dan pembahasan “Regenarasi pada Planaria” di laksanakan pada hari Kamis tanggal 11 Juni 2010. Pukul 13.00-15.30 WIB di Laboratorium Pendidikan A Jurusan Biologi Fakultas SAINTEK Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
            Alat yang diperlukan dalam praktikum kali ini meliputi: papan bedah, scalpel yang tajam, beaker glass, kaca pembesar/mikroskop berkekuatan rendah, kuas yang lembut.
3.2.2 Bahan
Dan bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini meliputi: air yang diambil dari habitat Planaria, kertas karbon.

3.3 Cara Kerja
            Adapun cara kerja dalam praktikum kali ini sebagai berikut:
a.      Penyiapan Puntung
1.      Diambil Planaria dengan menggunakan kuas yang lembut. Diletakkan Planaria diatas papan bedah.
2.      Dipotong tubuh Planaria mengikuti pola pemotongan yang telah dijelaskan. Selain itu diperkenankan membuat pola potongan yang berbeda.  
3.      Dimasukkan potongan-potongan tubuh Planaria ke dalam “beaker glass” yang telah berisi air bersih. Dikumpulkan potongan bagian anterior dengan bagian anterior, dan sebagainya.
4.      Dibungkus “beaker glass” dengan kertas karbon, dan dibuat beberapa lubang ventilasi di bagian tutupnya.
5.      Diletakkan “beaker glass” ditempatkan yang teduh dan ventilasinya bagus.
b.      Pengamatan Regenerasi
1.      Diamati perkembangan potongan-potongan tubuh Planaria setiap hari.
2.      Dicatat semua perkembangan yang teramati yang berhubungan dengan proses regenerasi potongan tubuh Planaria.


 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hari
Perlakuan
Total
Jumlah Hidup
Jumlah Mati
Ket.
I









































II













Planaria bag. Anterior






Bag. posterior







Bag. samping kanan












Bag. samping kiri








Bag. anterior












Bag.Posterior








Bag. samping kanan













Bag. samping kiri







3 (Hidup semua)





3








3














3









3












3








3















3
3







3








2














3









3












3








2















3
-







-








1














-









-












-








1















-
  • Pada bag. posterior berbentuk cekungan.
  • Luka pada posterior belum tertutup secara sempurna.



  • Anterior belum terbentuk dengan baik.
  • Bag. ujung anterior membentuk lekukan.
  • Gerak pasif.



  • Badan belum terbentuk sempurna.
  • Planaria yang mati mengalami peleburan.
  • Pangkal posterior membentuk lekukan.
  • Badan yang mengalami goresan belum menutup sempurna.



  • Belum terbentuk posterior dan anterior (Planaria ke 2).
  • Belum terbentuk bag. badan dekat posterior dengan sempurna.
  • Gerak pasif.



  • Badan bertambah besar dan ujung badan anterior berwarna putih.
  • Pergerakan melengkung.
  • Bag. posterior belum terbentuk sempurna dan masih membentuk lekukan.


  • Anterior belum terbentuk sempurna.
  • Ukuran badan tetap.
  • Pergerakan lambat (tidak seaktif pada bag. anterior).



  • Planaria mati telah telah melebur.
  • Planaria hidup tubuh bertambah panjang.
  • Badan terpotong belum regenerasi.
  • Gerak lambat (tidak seaktif pada bag. anterior).
  • Bag. anterior dan posterior mulai terbentuk  tetapi badan di samping posterior belum sempurna.

  • Gerak lambat, belum terbentuk anterior.
  • Posterior belum terbentuk (Planaria ke 2), pasif.
  • Anterior belum terbentuk (Planaria ke 3), gerak lambat.

4.2 Pembahasan Pengamatan
            Pada pengamatan praktikum kali ini alat-alat yang dibutuhkan yaitu: papan bedah digunakan untuk pelindung memotong Planaria, skapel yang tajam digunakan untuk memotong Planaria, beakar glass digunakan untuk tempat Planaria dan tempat air, kaca pembesar/mikroskop berkekuatan rendah digunakan untuk mengamati Planaria dengan jelas. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan yaitu: Planaria yang diambil dari habitat Planaria, dan kertas karbon. Pada kertas karbon ini berfungsi untuk mengelabuhi Planaria agar Planaria seakan-seakan tetap seperti di tempat asal yang teduh, dan sedikit cahaya matahari.
4.2.1 Pengamatan Planaria pada Hari Pertama
            Berdasarkan hasil pengamatan Planaria pada hari pertama,  perlakuan  anterior yang dipotong dengan total Planaria awal 3. Setelah hari pertama jumlah yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Pada bagian posterior berbentuk cekungan, luka pada posterior belum tertutup secara sempurna. Perlakuan pada bagian posterior yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah hari pertama jumlah yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Pada bagian anterior belum terbentuk dengan baik. Bagian ujung anterior membentuk lekukan, gerak pada Planaria tersebut pasif.
 Pada perlakuan samping kanan yang dipotong, dengan total Planaria awal 3. Setelah hari pertama jumlah Planaria yang hidup 2 dan yang mati 1, badan belum terbentuk dengan sempurna. Planaria yang mati mengalami peleburan, pada pangkal posterior membentuk lekukan. Salah satu Planaria, badan yang mengalami goresan belum menutup dengan sempurna. Pada perlakuan samping kiri yang dipotong, dengan total Planaria awal 3. Setelah hari pertama jumlah Planaria yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Belum terbentuk posterior dan anterior (pada Planaria ke-2). Dan belum terbentuk bagian badan dekat posterior dengan sempurna dan geraknya pasif. 

                            
(Anonymous, 2009).                                        (Anonymous, 2009).
             Bagian Planaria.                                               Bagian Planaria.

4.2.2 Pengamatan Planaria pada Hari ke-2
            Berdasarkan hasil pengamatan Planaria pada hari ke-2 Planaria bagian anterior yang dipotong, total awal Planaria yang masih hidup 3. Setelah hari ke-2 jumlah yang hidup 3 (tetap) dan yang mati tidak ada. Pada badan Planaria bertambah besar dan ujung badan anterior berwarna putih. Hal tersebut telah membuktikan bahwa, pada bagian anterior yang dipotong telah mengalami regenerasi lebih cepat. Pergerakannya melengkung pada bagian posterior belum terbentuk dengan sempurna, dan masih membentuk lekukan. Pada bagian posterior yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah hari ke-2 jumlah yang hidup 3 (tetap) dan tidak ada yang mati. Anterior belum terbentuk dengan sempurna, dan ukuran badan tetap. Pergerakan lambat, karena tidak seaktif pada bagian anterior.
 Pada bagian samping kanan yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah dua hari jumlah yang hidup 2 dan yang mati 1. Planaria yang mati telah melebur, sedangkan Planaria yang hidup tubuhnya semakin panjang. Pada badan yang terpotong belum mengalami regenerasi dengan sempurna. Geraknya lambat, karena tidak seaktif pada bagian anterior. Bagian anterior dan posterior sudah mulai terbentuk, tetapi badan samping posterior belum sempurna pembentukan tubuhnya. Pada bagian samping kiri, yang dipotong total Planaria awal 3. Setelah dua hari jumlah yang hidup 3 dan yang mati tidak ada. Planaria yang paling besar, belum terbentuk anterior gerak lambat. Pada Planaria ke-2 posterior belum terbentuk, dan lebih banyak diam daripada gerak. Planaria ke-3 anterior belum terbentuk dan geraknya lambat.

                             
Bag. Anterior                                                    Bagian posterior
 (Anonymous, 2009).                                        (Anonimous, 2009).

Planaria adalah termasuk cacing pipih yang tempat hidupnya di air yang banyak mengandung oksigen. Sama halnya hewan air lainya ia tergolong pada invetebrata. Hewan ini dapat juga djadikan bioindikator untuk mengetahui tingkat kualitas air. Karena pada air yang tercemar planaria tidak dapat hidup. Cacing planaria berbentuk pipih yang bisa memanjang dan mengerut. Jika planaria bagian tubuhnya  dipotong akan mengalami regenerasi (Jasin, 1984).
  Menurut Wiyono (2005), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan faktor bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat regenerasi. Regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu 29,7o C. Faktor bahan makanan tidak begitu mempengaruhi dalam proses regenerasi.
Menurut Ngatidjan (1991), regenerasi melalui beberapa tahapan, yaitu :
  1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
  2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit.
  3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
  4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi membentuk blastema.
  5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
  6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.
Planaria yang tertangkap kebanyakan memiliki panjang 2 cm lebar 0,3 cm, selain itu diperoleh juga planaria yang memiliki panjang 4 – 5 cm. Pada saat planaria dipotong secara transversal menjadi 2 bagian. Pada bagian ekor akan membentuk kepala selama 4 menit  dan bagian kepala akan membentuk ekor selama 8 menit (Carlson, 1998).
Pada saat planaria dipotong secara transversal menjadi 3 bagian. Bagian kepala membentuk ekor selama 8 menit, potongan bagian tengah  depan membentuk kepala selama 15 menit dan membentuk ekor bagian bawah selama 17 menit, sedangkan bagian ekor akan membentuk kepala selama 5 menit. Pada saat planaria dipotong secara longitudinal, pertumbuhan bagian tubuh tidak memanjang melainkan melebar, dan hanya memerlukan waktu selama 2 menit (Ngatidjan, 1991).
Planaria yang dipotong- potong ternyata masih bisa hidup. Jika planaria dipotong secara transversal menjadi 2 bagian, maka bagian ekor akan terbentuk kepala, dan pada bagian kepala akan terbentuk ekor. Sedangkan jika dipotong secara transversal menjadi 3 bagian, maka pada bagian ekor akan terbentuk kepala, pada bagian kepala akan terbentuk ekor, dan pada bagian tengah planaria akan terbentuk kepala dan ekor. Planaria yang dipotong secara longitudinal mengalami regenerasi sangat cepat secara melebar. Regenerasi Planaria sangat cepat dan bila dilakukan pemotongan secara longitudinal, maka secara cepat akan membentuk kembali bagian tubuhnya secara lengkap (Yatim, 1984).

 
  
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, serta didukung dari beberapa literatur maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas.
  2. Proses regenerasi yaitu:
    1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
    2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab.
    3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.
    4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka.
    5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
    6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut.
  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi yaitu: temperatur, proses biologi, dan faktor bahan makanan.
  4. Bagian regenerasi pada Planaria yang berkembang lebih cepat yaitu anterior, karena dilakukan pemotongan secara longitudinal, maka secara cepat akan membentuk kembali bagian tubuhnya secara lengkap.


5.2 Saran
            Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kulia SPH II dan para Asisten Laboratorium SPH II, karena telah membimbing kami dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Semoga apa yang telah kita lakukan selama ini bermanfaat, khususnya bagi diri kita sendiri dan bagi semua pada umumnya. Amiin……





DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. http://bio-um.blogspot.com/2007/04/Regenerasi.html. diakses pada tanggal 14 Juni 2009.

Carlson, B.M. 1998. Patten’s Foundation of Embryology. New York: McGraw-Hill Book Company.

Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik Hewan ( Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinar Wijaya.

Muchtarromah. 2006. Panduan Praktikum SPH II. Malang: UIN Malang.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta: UGM.

Wiyono, Sapto. 2005. Kamus Pintar Bioologi. Surabaya: Citra Wacana.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi. Bandung: Tarsito.


0 komentar:

Posting Komentar