salam

Pages

Minggu, 17 Juni 2012

osmoregulasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pergerakan air melalui membran selektif permiabel biasa disebut osmosis. Hal itu terjadi ketika dua larutan mempunyai perbedaan konsentrasi total larutan atau osmolality. Hewan yang memelihara keseimbangan antara cairan tubuh dengan keadaan lingkungan sekitar disebut osmoconfer.
Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat. Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Karena perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinya juga kadang berbeda. Beberapa organ yang berperanan dalam proses osmoregulasi ikan, antara lain insang, ginjal, dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi di bawah kontrol hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresi oleh pituitari, ginjal, dan urofisis (Fujaya, 2004).
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat di dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh. Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan kesentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan kondisi internal. Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai degan lingkungannya dalam kedaan demikian hewan dikatakan melakukan osmokonfirmitas (Wulangi, 1993).
Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik. Kemampuan untuk mengadakan osmoregulasi membuat hewan mampu bertahan hidup, misalnya dalam air tawar dimana osmolaritas tertemtu rendah untuk mendukung osmokonformer, dan didarat dimana air umumnya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Semua hewan air tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator. Manusia dan hewan darat lainnya yang juga osmoregulator harus mengkompensasi kehilangan air.
Osmoregulasi yang terjadi pada ikan air laut dan ikan air tawar yang ditempatkan pada salinitas yang berbeda-beda perlu dilakukan untuk melihat mekanisme tertentu pada organisme bagaimanan agar dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu dengan salinitas yang berbeda dari lingkungannya (Kusrini, 2007)..

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana mekanisme osmoregulasi pada hewan teresterial ?
2.      Bagaimana mekanisme osmoregulasi pada hewan teleostei air tawar ?
3.      Bagaimana mekanisme osmoregulasi pada hewan marine (ikan, burung, reptil) ?

1.3  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui mekanisme osmoregulasi pada hewan teresterial
2.      Mengetahui mekanisme osmoregulasi pada hewan teleostei air tawar
3.      Mengetahui mekanisme osmoregulasi pada hewan marine (ikan, burung, reptil)












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Osmoregulasi
Sistem Osmoregulasi ialah sistem pengaturan keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh (air dan darah) dengan tekanan osmotik habitat (perairan). Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan, sehingga proses- proses fisiologis tubuhnya berfungsi normal. Tekanan osmotik (π) adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis) (Soewolo. dkk, 1994).
Osmoregulasi secara energik membutuhkan energi yang sangat banyak. Suatu pergerakan netto air hanya terjadi dalam gradient osmotik. Osmoregulator harus menghabiskan energi untuk mempertahankan gradien osmotik yang memungkinkan air untuk masuk dan bergerak keluar. Mereka melakukan hal tersebut dengan cara memanipulasi kosentrasi zat terlarut dalam cairan tubuhnya.
Suplai energi osmoregulasi terutama bergantung pada seberapa besar perbedaan osmolaritas seekor hewan dari osmolaritas lingkungannya dan pada seberapa besar kerja transport membran diperlukan untuk mengangkut zat-zat terlarut secara aktif.
Peranan osmoregulasi dan eksresi adalah (Soewolo, 1994):
1.       Mengendalikan kandungan ion dalam cairan tubuh, garam berkelakuan seperti elektrolit lain dan dalam cairan tubuh akanterurai menjadi ion-ion.
2.      Mengatur jumlah air yang terdapat dalam cairan tubuh, jumlah air dalam cairan tubuh dan cara pengaturannya merupakan salah satu masalah fisiologik yang di hadapi oleh mahluk hidup.
3.      Mengatur kadar ion H atau pH cairan tubuh.
Osmoregulasi dilakukan dengan berbagai cara melalui (Soewolo, 1994):
  • ginjal
  • kulit
  • membran mulut
Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya tetap lebih tinggi dari mediumnya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya (regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan dengan menurunkan (Soewolo, 1994):
1.      Permeabilitas membran atau kulitnya
2.      Gardien (landaian) kosentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya.
Keadaan kondisi internal yang mantap dapat dipelihara hanya bila organisme mampu mengimbangi kebocoran dengan arus balik melawan gradient kosentrasi yang memerlukan energi. Untuk memelihara air dan kosentarsi larutan cairan tubuh konstan yang berdeba dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda menggunakan organ yang berbeda. Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat luas, melibatkan senyawa-senyawa seperti hormon, vitamin dan larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai osmotik.
Pada dasarnya regulator hiperosmotik menghadapi dua masalah fisiologik (Hurkat, 1976):
1.      Air cenderung masuk ke dalam tubuh hewan, sebab kosentrasi zat terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada dalam mediumnya
2.      Zat terlarut cenderung keluar tubuh sebab kosentrasi didalam tubuh.
Disamping itu pebuangan air sebagai penyeimbang air masuk juga membawa zat terlarut didalamnya lebih tinggi dari pada di luar tubuh (meningkatkan permeabilitas dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang ada dalam tubuh (lewat urin dan feses). Sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus (Hurkat, 1976):
1.      Mengurangi jumlah air yang masuk kedalam tubuhnya.
2.      Memasukkan garam-garam kedalam tubuhnya (lewat makan dan minum) atau mempertahankan zat terlarut dalam tubuhnya.
Sebaliknya pada regulator hipoosmotik menghadapi masalah fisiologik (Hurkat, 1976):
1.      Air cenderung keluar tubuh, sebab kadar air dalam tubuh tinggi dari pada mediumnya
2.      Zat terlarut cenderung masuk ke dalam tubuh,sebab kadar zat terlarut didalam tubuh (dalam medium) lebih tinggi dari pada dsalam cairan tubuhnya
Untuk menghadapi hal tersebut maka regulator hipoosmotik harus :
1.      Menghambat keluarnya air dari dalam tubuh atau mempertahankan air yang ada dalam tubuh
2.      Berusaha mencegah masuknya garam kedalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garan yang masuk tubuh
Untuk mengatur kadar air tersebut dan juga zat terlarut dalam tubuhnya, hewan menggunakan organ-organ ekskresi yang dalam bekerjanya banyak menggunakan transport aktif.

2.2  Mekanisme Osmoregulasi
Berdasarkan Mekanismenya osmoregulasi pada hewan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (Kaneko. dkk. 2002):
1.       Regulasi Hipertonik atau Hiperosmotik, yaitu pengaturan aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi lingkungan. Maka secara fisika untuk menjaga kestabilan lingkungan internalnya (cairan tubuh) hewan tersebut mempunyai kecendrungan untuk :
a.       Mengurangi masuknya air kedalam tubuh dengan meningkatkan impermeabilitas dinding tubuh atau dengan cara mengeluarkan kelebihan air yang ada dari dalam tubuh.
b.      Memasukkan garam-garam kedalam tubuhnya dengan cara makan dan minum untuk menjaga ksabilan zat-zat yang terlarut dalam cairan tubuhnya. Misalnya pada petadrom (Ikan air tawar)
2.      Regulasi Hipoosmotik
3.      Pada hewan-hewan yang hidup dilaut pada umumnya dimana konsentrasi pelarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada lingkunganya, maka untuk menjaga kestabilan cairan tubuhnya hewan tersebut akan:
a.       Menghambat/mencegah keluarnya air dari dalam tubuh ke lingkungannya.
b.      Mencegah masuknya garam kedalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garam dari dalam tubuhnya.



2.3  Osmoregulasi Pada Hewan Teresterial
2.3.1        Osmoregulasi Pada Mamalia
Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat. Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata lainnya, yaitu dari air minum dan makanan. Akan tetapi, untuk mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh air denga cara minum merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru. Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa. 

Mekanisme Proses Pembentukan Urin di Nefron Ginjal
     Di dalam ginjal terjadi serangkaian proses pembentukan urine. Proses pembentukan urine meliputi 3 tahap yaitu (Wulangi, 1993):
  1. Tahap penyaringan (filtrasi)
  2. Tahap penyerapan kembali (reabsorpsi)
  3. Tahap pengeluaran zat (augmentasi)
Berikut ini adalah uraiannya:
Gambar Proses Pembentukan Urine
4.      Tahap penyaringan (filtrasi)
Tahap filtrasi terjadi di badan Malpighi yang di dalamnya terdapat glomerulus yang dikelilingi sangat dekat oleh kapsula Bowman. Proses filtrasi : Ketika darah yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat-zat lain serta sel-sel darah dan molekul protein masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga mendorong air dan komponen-komponen yang tidak dapat larut, melewati pori-pori endotelium kapiler glomerulus, kecuali sel-sel darah dan molekul protein. Kemudian menuju membran dasar dan melewati lempeng filtrasi, masuk ke dalam ruang kapsula Bowman. Hasil filtrasi dari glomerulus dan kapsula Bowman disebut filtrat glomerulus atau urine primer. Urine primer ini mengandung: air, protein, glukosa, asam amino, urea dan ion anorganik. Glukosa, ion anorganik dan asam amino masih diperlukan tubuh.

2. Tahap penyerapan kembali (reabsorpsi)
Filtrat glomerulus atau urine primer mengalami tahap reabsorpsi yang terjadi di dalam tubulus kontortus proksimal, dan lengkung Henle. Proses tahap ini dilakukan oleh sel-sel epitelium di seluruh tubulusginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Zat-zat yang direabsorpsi antara lain adalah: glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca, 2+, Cl-, HCO3-, dan HbO42-, sedangkan kadar urea menjadi lebih tinggi (Kaneko. dkk. 2002).


Proses reabsorpsi : mula-mula urine primer masuk dari glomerulus ke tubulus kontortus proksimal, kemudian mulai direabsorpsi hingga mencapai lengkung Henle. Zat-zat yang direabsorpsi di sepanjang tubulus ini adalah glukosa, ion Na+, air, dan ion Cl-. Setiba di lengkung Henle, volume filtrat telah berkurang. Hasil tahap reabsorpsi ini dinamakan urine sekunder atau filtrat tubulusKandungan urine sekunder adalah air, garam, urea, dan pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urine. Urine sekunder masuk ke dalam tubulus kontortus distal dan terjadi lagi penyerapan zat-zat yang tidak digunakan dan kelebihan air diserap sehingga terbentuk urine.

3. Tahap Pengeluaran (Augmentasi)
Urine sekunder dari tubulus kontortus distal akan turun menuju saluran pengumpul (tubulus kolektivas). Dari tubulus kolektivas, urine dibawa ke pelvis renalis, lalu ke ureter menuju kantung kemih (vesika urinaria).

Berikut adalah tabel langkah-langkah pembentukan urine:
Hal-hal yang Mempengaruhi Produksi Urin
Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karena meningkatkan permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakit diabetes insipidus. Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer. Selain ADH, banyak sedikitnya urin dipengaruhi pula oleh faktor-faktor berikut (Hurkat, 1976):
a.      Jumlah air yang diminum
Akibat banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak
b.      Saraf
Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif karena tekanan darah menurun.
c.       Banyak sedikitnya hormon insulin
Apabila hormon insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distal. Kelebihan kadar gula dalam tubulus distal mengganggu proses penyerapan air, sehingga orang akan sering mengeluarkan urin.
2.3.2        Osmoregulasi Pada Serangga
Invertebrate rentan akan kehilangan air dari dalam tubuhnya. Oleh karena itu, hewan akan meningkatkan impermiabilitas kulitnya. Pada hewan darat, kulitnya relative impermeable terhadap air dan sedikit sekali air hilang melalui kulit. Serangga misalnya, memiliki kutikula yang berlilin, yang sangat impermeable terhadap air, sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Lilin disimpan pada permukaan eksoskeleton melalui saluran kecil menembus kutikulanya.
Kehilangan air pada serangga terutama melalui penguapan, sebab serangga memiliki luas permukaan tubuh 50 kali lebih besar daripada volume tubuhnya. (Mamalia hanya ½ volume tubuhnya). Jalan penting kahilangan uap air pada serangga adalah spirakel. Untuk mengurangi kehilangan air, pada kebanyakan serangga menutup spirakelnya antara dua gerakan pernafasannya. Spesies yang tidak menutup spirakelnya akan kehilangan air lebih cepat. Pada beberapa kumbang gurun, kahilangan air lewat pernafasan jauh lebih sedikit daripada kehilangan lewat kulitnya (Fujaya, 2004).
Organ Osmoregulatori antara vertebrata dan invertebrate ada beberapa yang tidak sama. Namun secara umum, organ-organ osmoregulatori invertebrate menggunakan mekanisme filtrasi, reabsorbsi dan sekresi, yang secara prinsip mirip dengan mekanisme ginjal membentuk urin. Serangga dan mungkin beberapa laba-laba adalah sekelompok invertebrate darat yang membentuk urin pekat. Terdapat beberapa bukti, meskipun masih controversial bahwa pada beberapa serangga, urin dan fesesnya didehidrasi melalui transport aktif air menembus epithelium saluran pencernaan bagian belakang. Pada periplaneta yang mengalami dehidrasi cairan rectal, maka osmokonsentrasi urinnya menjadi 2 kali osmokosentrasi hemolimfanya (Soewolo, 2000).
malpig.jpg
 Gambar tubula malphigi (Campbell, 2005)
Pada serangga, saluran Malpighi bersama-sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk system ekskretori-osmoregulatori utama. Secara garis besar, system ini terdiri atas saluram Malpighi tipis, panjang, yang bermuara ke dalam saluran pencernaan pada tempat antara usus depan dan usus belakang, dan ujung lain berada dalam hemocoel (rongga tubuh yang berisi darah). Sekresi yang dibentuk dalam tubulus masuk ke dalam usus belakang, kemudian didehidrasi dan masuk ke dalam rectum dan dieskresikan melalui anus sebagai urin pekat. Karena serangga memiliki system sirkulasi terbuka, maka saluran Malpighi tidak mendapat darah langsung dari arteri seperti pada ginjal vertebrata. Saluran Malpighi dikelilingi oleh darah, yang tekanannya tidak lebih tinggi daripada tekanan cairan dalam saluran. Selama tidak ada perbedaan tekanan yang berarti sebelah-menyebelah membrane saluran Malpighi, filtrasi tidak dapat berperan dalam pembentukan urin pada serangga. Oleh karena itu, urin harus dibentuk keseluruhannya melalui sekresi yang mungkin diikuti reabsorbsi beberapa isi cairan yang disekresikan.
Osmokosentrasi cairan tubuh serangga darat cenderung lebih tinggi daripada serangga air. Penurunan titik beku (∆i) cairan tubuh serangga darat misalnya pada scorpion (-1,125ͦ C), pada laba-laba (-0,894ͦ C), lebih tinggi daripada serangga air, misalnya larva nyamuk (-0,65ͦ C) (Kaneko. dkk. 2002).
Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan. Hal ini dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh dengan masa tubuhnya sebesar 50x, bandingkan dengan mamalia yang mempunyai ratio luas permukaan tubuh terhadap masa tubunya yang hanya 1/2x. Jalan utama kehilangan air pada serangga adalah melalui spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari tubuhnya maka kebanyakan serangga akan menutup spirakelnya pada saat diantara dua gerakan pernapasannya. Cara mengatasi yang lain adalah dengan meningkatkan impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan memiliki kutikula yang berlilin yang sangat impermeable terhadap air, sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Sebagai organ ekskretori serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori osmoregulatori.

Cara kerja sistem ekskretori pada serangga (Rahardjo, 1980) :
1.      Malpighian tubules menghasilkan filtrat yang bersifat isosmotik dari haemolymph yang mempunyai kandungan ion K+ yang tinggi, Na+ yang rendah dan Cl- sebagai anion utama.
2.      Transport ion secara aktif, terutama K+, ke dalam lumen dari Malpighian tubules menghasilkan gradien osmotik dan menyebabkan air berdifusi secara pasif ke dalam lumen. Gula dan kebanyakan asam amino secara pasif tersaring dari haemolymph. Gula (sukrose dan treholose) diserap kembali dari lumen ke dalam haemolymph. Semua proses ini menghasilkan urine yang kemudian dicurahkan ke dalam usus.
3.      Di dalam rectum, urine dimodifikasi dengan membuang zat-zat terlarut dan air untuk menjaga keseimbangan cairan dan ion-ion (homeostasis) di dalam tubuh serangga. Sel-sel khusus di dalam rectal pad melakukan penyerapan kembali ion Cl- secara aktif atas pengaruh hormone. Proses ini menyebabkan gradien elektrik dan osmotik yang menyebabkan penyerapan kembali ion-ion yang lain, air, asam-asam amino dan asetat.

2.4  Osmoregulasi Pada Hewan Teleostei Air Tawar
Ikan air tawar cenderung untuk menyerap air dari lingkungannya dengan cara osmosis. Insang ikan air tawar secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke dalam tubuh. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat
menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni
sebanyak-banyaknya. Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosa
akan diserap kembali pada tubuli proximallis dan garam-garam diserap kembali pada
tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiable (kedap air, tidak dapat ditembus)
terhadap air.
Ikan bertulang sejati (telestei), ikan air tawar maupun ikan laut pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mempertahankan komposisi ion-ion dan osmolaritas cairan tubuhnya pada tingkat yang secara signifikan berbeda dari lingkungan eksternalnya. Proses ini merupakan suatu mekanisme dasar osmotik. Untuk menghadapi masalah osmoregulasi hewan melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara (Kaneko. dkk. 2002):
1.      Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
2.      Mengurangi permeabilitas air dan garam.
3.      Melakukan pengambilan garam secara selektif

Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, shingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion.
Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ke tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel. Bila hal ini tidak dikendalikan atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fingsi-fungsi fisiologis secara normal.
      Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya.
      Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosa akan diserap kembali pada tubuli proximalis dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiable (kedap air).
Air seni yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandung sejumlah kecil senyawa nitrogen, seperti (Kaneko. dkk. 2002):
1.      Asam Urat
2.      Creatine
3.      Creatinine
4.      Amonia

 Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ke tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel. Bila hal ini tidak dikendalikan atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fingsi-fungsi fisiologis secara normal.
Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosa akan diserap kembali pada tubuli proximalis dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiable (kedap air).
Air seni yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandung sejumlah kecil senyawa nitrogen, seperti (Suntoro, 1994) :
1.      Asam Urat
2.      Creatine
3.      Creatinine
4.      Amonia



Gambar Osmoregulasi Ikan Air Tawar
      
Meskipun air seni mengandung sedikit garam, keluarnya air yang berlimpah menyebabkan kehilangan garam dengan jumlah yang cukup besar. Garam-garam juga hilang karena proses difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini juga diimbangi dengan garam-garam yang terdapat pada makanan dan penyerapan aktif melalui insang.
      Pada golongan ikan Teleositer terdapat gelembung air seni untuk menampung air seni. Disini dilakukan kembali penyerapan terhadap ion-ion. Dinding gelembung air seni bersifat impermiable terhadap air (Wulangi, 1993).
Organisme air dibagi menjadi dua kategori sehubungan dengan mekanisme fisiologisnya dalam menghadapi tekanan osmotik air media, yaitu :
1.      Osmonkonformer; adalah organisme air yang secara osmotik labil dan mengubah-ubah tekanan osmotik cairan tubuhnya untuk menyesuaikan dengan tekanan osmotik air media hidupnya.
2.       Osmoregulator, adalah organisme air yang secara osmotik stabil (mantap), selalu berusaha mempertahankan cairan tubuhnya pada tekanan osmotik yang relatif konstan, tidak perlu harus sama dengan tekanan osmotik air media hidupnya.

Secara umum dikatakan bahwa cairan tubuh golongan ikan elasmobranchii mempunyai tekanan osmotik yang lebih besar dari lingkungannya. Tekanan osmotik tubuhnya sebagian besar tidak disebabkan oleh garam-garam, melainkan oleh tingginya kadar urea dan Tri Meilamin Oksida (TMAO) dari tubuh. Karena cairan tubuh yang hiperosmotik terhadap lingkungannya, golongan ikan ini cenderung menerima air lewat difusi, terutama lewat insang. Untuk mempertahankan tekanan osmotiknya kelebihan air untuk difusi ini dikeluarkan melalui air seni.
Osmoregulasi pada ikan-ikan elasmobranchii menyokong teori bahwa tekanan osmosis yang disebabkan oleh garam-garam dalam darah disebabkan oleh penahan urea dan sedikit bahan bernitrogen lainnya. Urea merupakan hasil akhir metabolisme nitrogen yang dikeluarkan di dalam hati dan cuma sedikit saja yang dikeluarkan di dalam hati dan cuma sedikit saja yang dikeluarkan air kencing hiu dan pari. Sewaktu penyaringan glomerulus melalui sepanjang tubuh ginjal, segmen-segmen khusus menyerap kembali urea (70 hingga 90 %), sehingga darah mengandung lebih kurang 350 mmol/l urea daelasmobranchii umumnya.

2.4 Osmoregulasi Pada Hewan Marine
2.3.1 Ikan
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

            Kebanyakan invertebrata yang berhabitat di laut tidak secara aktif mengatur sistem osmosis mereka, dan dikenal sebagai osmoconformer. Osmoconformer memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Karena kebanyakan osmoconformer hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil (di laut) maka osmoconformer memiliki osmolaritas yang cendrung konstan. Sedangkan osmoregulator adalah organisme yang menjaga osmolaritasnya tanpa tergantung lingkungan sekitar. Oleh karena kemampuan meregulasi ini maka osmoregulator dapat hidup di lingkungan air tawar, daratan, serta lautan. Di lingkungan dengan konsentrasi cairan yang rendah, osmoregulator akan melepaskan cairan berlebihan dan sebaliknya
(Marshall, 2006).

Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk mmelakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan, terutama salinitas. Hal ini karena dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air di dalam tubuh dengan kondisi dalam lingkungan hidupnya.

Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan. Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik), namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses ormoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi (Storer, 1968).

Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air laut, dalam hal mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang telah dioksidasi. Secara langsung, salinitas media akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Pengetahuan tentang metabolisme dapat juga dikaitkan dengan beberapa cabang ilmu lain, misalnya genetika, toksikologi dan keilmuan lain sehingga ikan yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang lebih unggul dari sebelumnya. Hal ini karena ikan menginvestasikan sebesar 25-50% dari total output metabolik dalam mengontrol komposisi cairan intra- dan ekstraselularnya.
            Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Apabila salinitas semakin tinggi, ikan berupaya terus agar kondisi homeostasi dalam tubuhnya tercapai, hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik tersebut memerlukan energi yang lebih tinggi pula. Hal tersebut juga berpengaruh kepada waktu kenyang (satiation time) dari ikan tersebut
(Fujaya, 1999).
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan meminum air laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, berarti kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh. Padahal, dehidrasi dicegah dengan proses ini dan kelebihan garam harus dihilangkan.
      Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni pada ikan air laut lebih sedikit dibandingkan pada ikan air tawar. Tubuli ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil daripada ikan air tawar.
      Kira-kira 90% hasil buangan nitrogen yang dapat disingkirkan melalui insang, sebagian besar berupa amonia dan sejumlah kecil urea. Meskipun demikian, air seni masih mengandung sedikit senyawa tersebut.
Air seni Osteichthyes mengandung (Lehinger, 1998) :
1.      Creatine
2.      Creatinine
3.      Senyawa Nitrogen
4.      Trimetilaminoksida (TMAO)

Gambar Osmoregulasi Ikan Air Laut
Urine yang dihasilkan mengandung konsentrasi air yang tinggi. Ikan air laut memiliki konsentrasi garam yang tinggi di dalam darahnya. Ikan air laut cenderung untuk kehilangan air di dalam sel-sel tubuhnya karena proses osmosis. Untuk itu, insang ikan air laut aktif mengeluarkan garam dari tubuhnya. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubuli ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil daripada ikan air tawar (Soeseno, 1997).
osmoreg.jpgGambar perbedaan osmoregulasi ikan air laut dan ikan air tawar ( Campbell, 2005)

2.3.2        Burung
Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai dan memperoleh makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm tubhnya, hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl. Kelenjar garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.

bird_salt.jpg
Gambar Kelenjar pengekskresi garam pada burung ( Campbell, 2005)

Kelenjar pengekskresi garam pada burung (a) banyak burung laut, seperti albatros dapat meminum air laut karena mempunyai sepasang kelenjar nasal yang mengeluarkan garam. Kelanjar itu mengosongkan isinya melalui sebuah saluran ke dalam lubang hidung, dan larutan asin itu berjalan disepanjang suatu lekukan sampai ke ujung paruh atau bisa juga dikeluarkan dalam bentuk udara ekshalasi dari lubang hidung. (b) gambar ini menunjukan salah satu dari beberapa ribu tubula sekresi dalam satu kelenjar pengekskresi garam. Masing-masing tubula dilapisi oleh epithelium transpor yang dikelilingi oleh kapiler, dan mengosongkan isinya ke dalam saluran tengah.(c) sel-sel epithelium transpor ini memompakan garam dari darah ke dalam tubula. Perhatikan bahwa darah mengalir melawan aliran sekresi garam itu dengan cara mempertahankan suatu gradien konsentrasi garam dalam tubula itu, sistem lawan arus ini meningkatkan pemindahan garam dari darah ke lumen tubula.


2.3.3        Reptil
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura memiliki kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hanya membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.














BAB III
KESIMPULAN

            Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Osmoregulasi dan ekskresi merupakan 2 macam proses yang berperan dalam homoestasis untuk mengatur dan menjaga kestabilan lingkungan internal pada makhluk hidup terhadap pengaruh perubahan lingkungan eksternalnya
2.      Osmoregulasi dilakukan dengan berbagai cara melalui :
a.       Ginjal
b.      Kulit
c.       Membran mulut
3.      Pada serangga, saluran Malpighi bersama-sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk system ekskretori-osmoregulatori utama.
4.      Mamalia mengatasi stress osmotic dan pemeliharaan keseimbangan air dehidrasi dengan variasi pengambilan air dan dengan mengontrol jalan kehilangan air.
5.      Ikan-ikan air laut menunjukkan kemampuan regulasi ionic, dan total osmokonsentrasi berbeda-beda secara luas dengan mengubah-ubah asam amino.
  1. Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan kemasukan garam-garam.
  2. Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ketubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiable.
  3. Regulasi osmotik Amfibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ osmoregulasi utama.
9.      Pada hewan reptile dan burung yang ada di perairan tawar dan laut sama dalam mekanisme osmoregulasinya tetapi ada hal yang berbeda.
  1. Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membrane sel darah merah.



DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A. 2005. Biologi jilid III. Jakarta: Erlangga
Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Makassar: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: Rineka Cipta
Hurkat, P.C. & Mathur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. New York: Shcand and Co. Ltd
Kaneko, T., Shiraishi, K., Katoh, F., Hasegawa, S., dan Hiroi, J. 2002. Chloride cells during early life stages of fish and their functional differentiation. Fisheries Science 68: 1-9.
Lehinger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Marshall, W.S., dan M. Grosell. 2006. Ion transport, osmoregulation, and acid-base balance. In the Physiology of Fishes, Evans, D.H., and Claiborne, J.B. (eds.). taylor and Francis Group.
Rahardjo. 1980. Ichthyologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Soeseno, S. 1997. Pemeliharaan Ikan di Kolam Pekarangan. Yogyakarta: Kanisius
Soewolo, 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang: Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah
Soewolo,dkk. 1994. Fisiologi Hewan. Jakarta: UT
Storer, T. I. 1968. General Zoology. Saunders Company: Philadelphia.
Suntoro, S. H. 1994. Anatomi dan Fisiologi Hewan. Salemba Medika: Jakarta. 
Takeuchi, K., H. Toyohara, dan M. Sakaguchi. 2000. Effect of hyper- and hypoosmotic stress on protein in cultured epidermal cell of common carp. Fisheries Science 66: 117-123.
Wulangi, S Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip fisiologi Hewan. Bandung: DepDikBud

0 komentar:

Posting Komentar