salam

Pages

Jumat, 03 Mei 2013

MAKALAH (FERTILISASI)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Pembuahan atau fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.

1.2  Rumusan masalah
Masalah yang ada pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana proses pembentukan spermatozoa ?
2.      Bagaimana proses pembentukan ovum?
3.      Bagaimana proses fertilisasi?
4.      Bagaimana jenis-jenis fertilisasi?
5.      Bagaimana fertilisasi in vitro?
6.      Bagaimana variasi dalam reproduksi?


            Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui proses pembentukan spermatozoa.
2.      Untuk mengetahui proses pembentukan ovum.
3.      Untuk mengetahui proses fertilisasi.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis fertilisasi.
5.      Untuk mengetahui fertilisasi in vitro.
6.      Untuk mengetahui variasi dalam reproduksi.



BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Proses pembentukan spermatozoa
Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferi dalam testis. Proses tersebut berlangsung mulai dari dinding tepi sampai ke lumen sel tubulus seminiferus yang merupakan bagian dari perenkim testis selain lobulus.
Lobulus adalah kantong-kantong kecil yang pada umumnya berbentuk kerucut, seperti buah salak. Ujung medialnya lancip, sedang ujung lateralnya lebar dan merupakan, dasar dari kerucut tersebut. Isi lobulus adalah tubulus seminiferi yang  panjang, berkelok-kelok memenuhi seluruh kerucut, pada muara tabung seminiferus yang terdapat pada ujung medial dari kerucut akan  langsung berhubungan dengan rete testes. Dinding tubulus seminiferus terdi­ri atas sel-sel membran basal, epithel benih, sel-sel penunjang dan sel penghasil cairan testes Toelihere, 1981).
Berikut merupakan tingkatan perkembangan sel germa dalam tubulus seminiferus adalah sebagai benkut:
1. Spermatogonium: ukurannya relatif kecil, bentuk agak oval, inti terwarna kurang terang, terletak berderet di dekat /melekat membrana basalis.
2. Spermiatosit I : ukuran paling besar, bentuk bulat, inti terwama kuat, letak agak menjauh dari membran basalis.
3. Spermatosit II : ukuran agak kecil bentuk bulat, letaknya menjauhi membrane basalis. (mendekati lumen).
4. Spermatid : ukuran kecil, benuk agak oval, warna inti kuat, kadang­kadang piknotis, letak di dekat lumen.
5. Spermatozoid : spermatozoa muda melekat secara bergerombol pada sel sertoli, yang muda terdapat di dalam lumen (Muchtaromah, 2008).
Gambaran proses pembentukan spermatozoa

1.2  Proses pembentukan ovum
Proses terjadinya oogenesis terjadi didalam ovarium dan akan dilanjutkan didalam oviduct jika terjadi penetrasi spermatozoid. Dalam oogenesis, sel germa berkembang didalam folikel-folikel telur, dengan tingkatan sebagai berikut:
1.      Folikel primodial, merupakan       folikel  utama  yang    sudah terbentuk ketika lahir. Terdiri atas sebuah oosit yang dilapisi oleh selapis  sel epitel   pipih (Muchtarromah, 2006). Oosit dalam folikel primordial adalah sel bulat dengan garis tengah 25 pm. Intinya yang agak eksentris, besar dan memiliki inti yang besar juga (Tambayang, 1998).
2.      Folikel tumbuh terdiri dari Folikel primer: terdiri dari sebuah I yang dilapisi oleh selapis set folikel (set grarfulose) berbentuk kubus. Antara oosit dan sel-set granulose dipisahkan oleh zona pelucida.
3.      Folikel skunder: terdiri dari sebuah oosit I yang dilapisi oleh beberapa lapis set granulose.
4.      Folikel tersier: volume stratum granulosum yang melapisi oosit I bertambah besar/ banyak. Terdapat beberapa celah (antrum) diantara sel­sel granulose. Jaringan ikat stroma yang terdapat diluar stratum granulose menyusun diri membentuk teca interna dan externa.
5.      Folikel matang (de graaf): berukuran paling besar, antrum menjadi sebuah rongga besar, berisi cairan folikel (liquor foliculli). Oosit dikelilingi oleh sel granulose yang disebut corona radiata, yang dihubungkan dengan sel-sel granulose tepi oleh tangkai penghubung yang disebut kumulus ooforus (Muchtarromah, 2008).
Oosit akan diovulasikan dari folikel de graaf dalam tahap metafase meiosis II. Jika didalam oviduk terjadi penetrasi, maka terjadi penuntasan meiosis II dan oosit II berkembang menjadi zygote (Muchtarromah, 2008).
Image716

Gambar ovarium dan perkembangan folikel didalamnya. (Canbridge, 1998)


1.3  Proses fertilisasi
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat sel spermatozoa dilepaskan dan dapat membuahi ovum di ampula tuba fallopii. Sebanyak 300 juta spermatozoa diejakulasikan ke dalam saluran genital wanita. Sekitar 1 juta yang dapat berenang melalui serviks, ratusan yang dapat mencapai tuba fallopi dan hanya 1 yang dapat membuahi sel telur. Sel spermatozoa mempunyai rentang hidup sekitar 48 jam (Cambridge, 1998).
Sebelum membuahi sel telur, spermatozoa harus melewati tahap kapasitasi dan reksi akrosom terlebih dahulu. Kapasitasi merupakan suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, berlangsung sekitar 7 jam. Selama itu suatu selubung glikoprotein dari plasma semen dibuang dari selaput plasma yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Sedangkan reaksi akrosom terjadi setelah penempelan spermatozoa ke zona pelusida. Reaksi tersebut membuat pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida yang terdapat pada akrosom (Sadler, 1996)
Oosit (ovum) akan mencapai tuba satu jam lebih setelah diovulasikan. Ovum ini dikelilingi oleh korona dari sel-sel kecil dan zona pelusida yang nantinya akan menyaring sel spermatozoa yang ada sehingga hanya satu sel yang dapat menembus ovum. Setelah spermatozoa menembus ovum, ia akan menggabungkan material intinya dan menyimpan komplemen kromosom ganda yang lazim. Kromosomm ini mengandung semua informasi genetic yang nantinya akan diturunkan kepada keturunannya (Canbridge, 1998).
Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk zigot yang terus membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluarkan oleh tuba fallopii, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus) (Anonymous, 2008).
Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, blastosit sampai di rongga uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan sekret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio.
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
Plasenta atau ari-ari pada janin berbentuk seperti cakram dengn garis tengah 20 cm, dan tebal 2,5 cm. Ukuran ini dicapai pada waktu bayi akan lahir tetapi pada waktu hari 28 setelah fertilisasi, plasenta berukuran kurang dari 1 mm. Plasenta berperan dalam pertukaran gas, makanan dan zat sisa antara ibu dan fetus. Pada sistem hubungan plasenta, darah ibu tidak pernah berhubungan dengan darah janin, meskipun begitu virus dan bakteri dapat melalui penghalang (barier) berupa jaringan ikat dan masuk ke dalam darah janin(Anonymous, 2008)
1.4  Jenis-jenis fertilisasi
Fertilisasi mempunyai beberapa cara yang umum didapati pada makhluk hidup, yaitu :
1.      Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
2        Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur (Anonymous, 2008).

2.1  Fertilisasi in vitro
Fertilisasi in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam sebuah cawan petri. Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro terkadang lebih dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari ovarium perempuan setelah ia meminum obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan matangnya banyak telur sekaligus. Sperma  diambil dari laki-laki, biasanya melalui masturbasi. Telur dan sperma akhirnya disatukan dalam sebuah cawan kaca, di mana pembuahan terjadi dan kehidupan baru dibiarkan berkembang selama beberapa hari. Dalam kasus yang paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke dalam rahim ibu dengan harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang hingga saat persalinan. (John M. Haas, 2008)

2.2  Variasi dalam reproduksi
Terdapat beberapa jenis variasi reproduksi yang ada pada makhluk hidup. Antara lain :
1.      Metagenesis, yaitu, pergantian generasi hasil reproduksi seksual dengan reproduksi aseksual.
2.      Hemafroditisme, merupakan kondisi bila satu individu mempunyai dan dapat memproduksi sel kelamin jantan dan kelamin betina. Hemafroditisme disebabkan kegagalan differensiasi gonad.
3.      Partenogenesis, pada beberapa jenis insecta, telur dapat tumbuh menjadi individu baru tanpa adanya peran dari pejantan.
4.      Paedogenesis, merupakan reproduksi yang terjadi pada hewan muda yang belum dewasa secara seksual/pada fase larva. Seperti redia pada larva cacing fasciola hepatica yang dapat menghasilkan redia dan serkaria secara paedogenesis. Generasi baru yang terbentuk berasal dari sel somatik.
(Brotowidjoyo, 1989)


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpilan sebagai berikut :
1.      Proses spermatogenesis berlangsung mulai dari dinding tepi sampai ke lumen sel pada tubulus seminiferus.
2.      Perkembangan spermatogenesis terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu spermatogonium, spermatosit I, spermatosit II, spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa.
3.      Sedangkan proses oogenesis terjadi pada ovarium pada bagian korteks.
4.      Proses oogenesis juga terbagi menjadi beberapa tahap yaitu, folikel primodial, folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de graff (matang).
5.      Peristiwa fertilisasi terjadi di saat sel spermatozoa dilepaskan dan dapat membuahi ovum di ampula tuba fallopii.
6.      Proses fertilisasi, dapat terjadi secara internal dan eksternal.
7.      Fertilisasi in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam sebuah cawan petri (pembuatan bayi tabung).
8.      Terdapat beberapa jenis variasi reproduksi yang ada pada makhluk hidup. Antara lain: Metagenesis, Hemafroditisme, Partenogenesis dan Paedogenesis,

Selasa, 23 April 2013

LAPORAN STRUKTUR PERKEMBANGAN HEWAN II (SIKLUS REPRODUKSI)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Reproduksi merupakan proses menurunkan keturunan, disebut juga berbiak, dan tidak selalu disebut berkembang biak, karena mungkin saja jumlah keturunannya tidak lebih banyak dari induknya (Anwar, 1984).
Dalam reproduksi dikenal dengan istilah siklus reproduksi, siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan korelasi antara satu denagn lainnya. Siklus reproduksi di pengaruhi oleh faktor pelepas dari hipotalamus, hormon gonadotrhopin dari hipofisis dan hormon seks dari ovarium. Siklus reproduksi pada mamlia nonprimata di sebut siklus estrus. Sedangkan siklus reproduksi pada primata di sebut siklus menstruasi (Muchtarromah, 2006).
Jika siklus reproduksi dari suatu makhluk terputus maka kehairan makhluk tersebut di duniak menjadi terncanm dan pada suatu saat makhluk tersebut mati tanpa ada generasi penerusnya makhluk tersebut selanjutnya di sebut punah ()
Menurut pendapat Arief (1989),  menyatakan bahwa setiap makhluk hidup dapat melakukan reproduksi dan mengalami pertumbuhan. Tahap pertama reproduksi itu ialah pembelahan sel (Partodihardjo, 1992).
1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana ciri-ciri sel hasil apusan vagina ?
  2. Bagaiman tahap siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina
1.3  Tujuan
  1. Untuk membedakan sel-sel hasil apusan vagina.
  2. Untuk menentukan tahap siklus reproduksi yang sedang dialami hewan betina.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan korelasi antara satu dengan lainnya (Muchtarromah, 2006).
Reproduksi merupakan proses menurunkan keturunan, disebut juga berbiak, dan tidak selalu disebut berkembang biak (Anwar, 1984).
Proses biologik yang dimaksud dalam melengkapi arti dari siklus reproduksi diatas meliputi proses reproduksi dalam tubuh makhluk jantan dan betina, sejak makhluk tersebut lahir sampai dapat melahirkan lagi. Siklus reproduksi dibagi menjadi pubertas, musim kelamin, siklus birahi, saat yang baik untuk inseminasi, fertilisasi, kebuntingan dan kelahiran (Partodihardjo, 1992).
Proestrus, pada tahap ini di ovarium terjadi ovulasi tampak adanya folikel-folikel yang sedang tumbuh, sedang di estrus dinding endometerium mulai menebal. Lama tahap ini adalah 12 jam (Muchtarromah, 2006).
Estrus awal, pada tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus dinding endometerium akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan maksimum. Lama tahap ini adalah 12 jam (Muchtarromah, 2006).

Behavioral signs of estrus

ð  Gelisah dan takut
ð  Menjauh dari kawanannya
ð  Ekor dan telinga diangkat (pada hewan ternak dan kuda)
ð  Aktif berinteraksi dengan anggota kawanannya

ð  Menempel pada anggota kawanan yang lain



Physical signs of estrus


ð  Vulva mengeluarkan mucus yang kental, bening, dan teruntai seperti benang.
ð  Vulva kemerahan, bengkak, dan hangat (3A: abang, abo, anget).

       Bulu kaku dan kotor
ð  Produksi susu berkurang (terjadi pada ternak-ternak yang diperah air susunya)

Estrus akhir, tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus dinding endimeterium akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan maksimum. Lama tahap ini 18 jam (Muchtarromah, 2006)
Matestrus, tahap ini di ovarium namapak adanya korpus luteum yang mulai bedegenerasi dan di uterus dinding endometerium meluruh. Lama tahap ini 6 jam (Muchtarromah, 2006).
Diestrus, pada tahap ini di ovarium terlihat banyak folikel-folikel muda, sedangkan di uterus dinding endometerium mempunyai lapisan yang paling tipis. Lamanya tahap ini adalah 2-2,5 hari   (Muchtarromah, 2006).
Apabila siklus reproduksi dari suatu makhluk terputus, maka kehadiran makhluk tersebut di dunia menjadi terancam, dan pada suatu saat makhluk tersebut mati tanpa ada generasi penerusnya. Makhluk tersebut selanjutnya di sebut punah (Partodihardjo, 1992).

 

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah :
  1. Mikroskop
  2. Kaca benda
  3. Kaca penutup
  4. Pipet tetes
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah jenis mamalia non primata yaitu pada hewah betina, seperti :
  1. Mencit betina  (Mus musculus)
3.2 Cara Kerja
Sebelum kegiatan pengamatan dilakukan, adapun prosedur kerja sebagai berikut :
  1. Memasukkan cotton bud yang sudah di basahi alkohol 70% ke dalam vagina mencit kira-kira sedalam 0,5 cm, kemudian memutar dengan hati-hati. Dapat juga menggunakan cara lavage, yaitu dengan pipet halus yang berisi NaCl 0,9%, menyemprotkan dan menyedot ke dalam vagina beberapa kali sampai cairan pada pipet berwarna keruh.
  2. Mengapus ujung cotton bud pada kaca benda yang sudah dibersihkan dengan alkohol 70% (arah apusan satu arah) atau meneteskan cairan keruh dari pipet ke kaca benda. Selanjutnya mewarnai dengan mitilen biru 1%.
  3. Membuang kelebihan zat warna setelah waktu 3-5 menit, dan membilas dengan air leding.
  4. Menutup dengan kaca penutup dan mengamati di bawah mikroskop sel-sel yang terlihat. Menentukan gambar sitologis apusan vagina dan tahapan siklus reproduksinya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Hasil  data  pengamatan struktur apusan vagina mencit betina  (Mus musculus) pada pengamatan mikroskop.
4.1.1 Mencit Betina (Mus musculus)
  1. Pengamatan Sel-Sel Hasil Apusan Vagina Mencit Betina (Mus musculus) Pada Mikroskop perbesaran 10x10
Gambar sel
Golongan







Keterangan : 1. Lendir
2. leukosit
3. sel epitel berinti
ð  Diestrus : Hasil apusan E.L.Lendir









Keterangan : 1. Lendir
 2. leukosit
 3. sel epitel berinti
ð  Diestrus : Hasil apusan E.L.Lendir


















Keterangan : 1. Lendir
2. leukosit
3. sel epitel berinti
ð  Diestrus : Hasil apusan E.L.Lendir










Keterangan : 1. Lendir
2. leukosit
3. sel epitel berinti
ð  Diestrus : Hasil apusan E.L.Lendir
.
Pembahasan
                        Siklus Reproduksi Pada Mencit Betina ♀ (Mus musculus)
Berdasarkan pengamatan apusan vagina mencit betina, baik pada mencit betina A sampai D dapat di ketahui bahwa mencit betina tersebut sedang mengalami masa diestrus.
Pada tahap diestrus pada mencit betina,  siklus birahi yang ditandai tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dalam periode permulaan dari diestrus endometrium masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak diantaranya yang berkolok hingga membentuk spiral (Partodihardjo, 1992).
Gambar 1, menunjukkan permulaan diestrus. Dimana serviks menyempit, leukosit muncul dan menghalangi gerak maju spermatozoa. Lendir serviks menjadi kental menyumbat lumen serviks. Inseminasi akan menghasilkan angka konsepsi yang rendah (Partodihardjo, 1992).
Dalam periode permulaan diestrus, corpus hemorrhagicum mengkerut karena di bawah lapisan hemorrhagik ini tumbuh sel-sel kuning yang di sebut luteum. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-fase yang terdapat dalam siklus birahi (Partodihardjo, 1992).
Siklus reproduksi dipengaruhi oleh faktor pelepas dari hipotalamus, hormon gonadotrophin dari hipifisis dan hormon seks dari ovarium. Lamanya siklus berbeda-beda menurut jenis hewan. Hewan yang memiliki siklus estrus satu kali pertahun disebut monoestrus, sedangkan yang memiliki siklus estrus beberapa kali per tahun disebut poliestrus (Muchtarromah, 2006).



Gambar 2
Siklus menstruasi diatur oleh hormon
Pada akhir dari fase diestrus, korpus luteum yang mempunyai peranan menenangkan alat kelamin dengan sekresi progesteronnya, mengalami regresi (kemunduran fungsi). Regresi ini di sebabkan oleh pengaruh prostaglandin yang dihasilkan oleh masa uterus. Prostaglandin mempunyai sifat luteolysis terhadap korpus luteum (Partodihardjo, 1992).
Muchtarromah (2006), dalam bukunya menyebutkan beberapa tahapan siklus estrus dan hasil apusan vagina, yaitu:
Tahapan siklus estrus
Hasil apusan vagina
Diestrus

Proestrus

Estrus awal


Estrus akhir

Metestrus
- Sel epitel berinti, leukosit, dan lendir
- Sel epitel berinti, sel epitel kornifikasi
- Sel epitel berinti, sel epitel konifikasi (sangat banyak sekali)
- Sel epitel kornifikasi (sangat banyak sekali)
- Sei epitel kornifikasi, leukosit atau sel epitel berinti, sel epitel kornifikasi, dan leukosit








BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa hasil pengamatan struktur apusan vagina mencit betina (Mus musculus) pada pengamatan mikroskop, dapat di simpulkan bahwa:

Physical signs of estrus


ð  Vulva mengeluarkan mucus yang kental, bening, dan teruntai seperti benang.
ð  Vulva kemerahan, bengkak, dan hangat (3A: abang, abo, anget).

       Bulu kaku dan kotor
ð  Produksi susu berkurang (terjadi pada ternak-ternak yang diperah air susunya)
ð  Berdasarkan sel-sel apusan vagina yang ditemukan pada vagina mencit betina, dapat dikatakan bahwa mencit tersebut mengalami tahap diestrus. Karena pada sel vagina mencit ditemukan lendir yang banyak, leokosit dan sel epitel berinti.
Tahapan siklus estrus
Hasil apusan vagina
Diestrus

Proestrus

Estrus awal


Estrus akhir

Metestrus
- Sel epitel berinti, leukosit, dan lendir
- Sel epitel berinti, sel epitel kornifikasi
- Sel epitel berinti, sel epitel konifikasi (sangat banyak sekali)
- Sel epitel kornifikasi (sangat banyak sekali)
- Sei epitel kornifikasi, leukosit atau sel epitel berinti, sel epitel kornifikasi, dan leukosit













DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Anik. 1984. Ringkasan Biologi. Bandung: Ganeca Exact Bandung

Arief, Amiruddin. 1989. Biologi Umum I. Malang: L.S.W. Malang

Muchtarromah, Bayyinatul. 2006-2007. Panduan Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II. Malang: Universitas Islam Negeri Malang


Partodihardjo, Soebadi. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya