BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sel kelamin atau gamet merupakan komponen sistem
reproduksi yang penting, karena dari persatuan antara sel kelamin jantan dan betina terbentuklah zigot yang akan berkembang menjadi
individu baru. Pengenalan dan pemahaman mengenai cirri morfologi sel kelamin hewan vertebrata
pada lokasi yang berbeda-beda dari sistem reproduksi merupakan dasar untuk
penelitian reproduksi dan embriologi yang berkaitan dengan sel kelamin.
Dalam praktikum ini akan diamati struktur morfologi dan motilitas spermatozoid, dan struktur
morfologi sel telur beberapa hewan vertebrata dari beberapa system
reproduksinya.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum kali ini yaitu:
- Bagaimana struktur morfologi spermatozoid dan sel telur beberapa hewan vertebrata?
- Bagaimana perbedaan sel kelamin yang diambil dari bagian-bagian sistem reproduksi yang berbeda?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum kali ini yaitu:
- Untuk mengenal struktur morfologi spermatozoid dan sel telur beberapa hewan vertebrata.
- Untuk mengamati perbedaan sel kelamin yang diambil dari bagian-bagian sistem reproduksi yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Sel Kelamin (Gamet)
Sel kelamin (gamet) merupakan hasil proses
gametogenesis. Gamet jantan disebut spermatozoid, dan gamet betina
disebut sel telur. Spermatozoa diproduksi didalam tubulus seminiferus
testis. Spermatozoid vertebrata terdiri atas bagian kepala, leher, bagian
tengah dan ekor yang berupa flagel panjang. Sperma hewan-hewan yang berbeda,
berbeda pula dalam ukuran, bentuk dan mobilitasnya. Bentuk spermatozoid adalah
spesifik spesies, perbedaannya terutama terlatak pada bentuk kepalanya, yaitu
dari bulat pipih sampai panjang lancip (Yatim, 1996).
Pada hewan-hewan yang tidak memiliki epididimis,
testis menjadi tempat perkembangan serta maturasi sperma. Jadi pada
hewan-hewan tersebut sperma yang dikeluarkan dari testis merupakan sperma yang
matang, mempunyai motilitas dan mempunyai kemampuan untuk membuahi sel telur.
Pada hewan-hewan yang memiliki epididimis, sperma yang berada didalam tubulus
seminiferus atau yang dikeluarkan dari testis belum motil; mobilitasnya baru diperoleh setelah mengalami aktivasi atau
pematangan fisiologia didalam epididimis. Spermatozoa dapat disimpan dalam
epididimis dan vas deferens selama beberapa hari sampai beberapa bulan (Soeminto,
1993).
Sel telur diproduksi didalam ovarium. Perkembangan sel
telur terjadi didalam folikel-folikel telur. Folikel telur yang matang akan
mengalami ovulasi, sel telur yang dilepaskan dari ovarium akan masuk kedalam
oviduk. Seperti sel yang lain, sel telur dilengkapi dengan membran sel yang
disebut plasmalema atau oolema. Untuk melindungi sitoplasma,
inti, yolk, dan organel-organel dalam sel. Disamping
oolema, kebanyakan sel telur dikelilingi oleh membrane-membran telur. Membran
telur yang disekresi oleh sel telur
sendiri, disebut membran telur primer. Membran vitelin yang mengelilingi oolema termasuk membran telur
primer. Membran telur yang disekresi oleh sel-sel folikel disebut membran
telur sekunder, misalnya zona pelusida yang terletak disebelah luar membran
vitelin. Membran telur yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar oviduk dan uterus
disebut membran sel tersier, misalnya: membran cangkang dan cangkang
kapur pada telur reptile dan aves (Yatim, 1996).
Berdasarkan jumlah dan penyebaran yolknya, tipe sel
telur vertebrata dibedakan menjadi: isolesital (yolk sedikit dan
tersebar merata, misalnya telur mamalia), telolesital (yolk banyak dan
tersebar tidak merata, terutama tertimbun di kutub vegetal, misalnya telur
amphibia ), megalesital (= telolesial ekstrem, yolk sangat banyak, tersebar
merata, misalnya telur aves ) (Sistina, 2000).
Macam-macam
Spermatozoa
2.2.1 Macam-macam spermatozoa menurut struktur:
Ada
2 kelompok I. Tak berflagellum
II. Berflagellum
Yang tak berflagellum terdapat pada beberapa jenis Evertebrata,
yakni Nematoda, Crustacea, Diplopoda. Yang berflagellumlah yang umum terdapat
pada hewan. Flagellum itu ada yang satu (umum), ada yang dua (jarang) (Prasetyo,
2008).
Yang berflagellum
lazim memiliki bagian-bagian: kepala dan ekor. Kepala sebagai
penerobos jalan menuju dan masuk ke dalam ovum, dan membawa bahan genetis yang
akan diwariskan kepada anak cucu. Ekor untuk pergerakan menuju tempat pembuahan
dan untuk mendorong kepala menerobos selaput ovum. Dalam kepala ada inti dan
akrosom. Inti mengandung bahan genetis, akrosom mengandung berbagai enzim
lysis. Akrosom ialah lisosom spermatozoon, untuk melysis lendir penghalang
saluran kelamin betina dan selaput ovum. Seperti halnya lisosom umumnya,
akrosom pun diproduksi oleh alat golgi (Toelihere, 1981).
Ekor berporoskan flagellum.
Flagellum ini memiliki rangka dasar, disebut axonema, dibina atas 9
duplet dan 2 singlet mikrotubul. Ekor mengandung sentriol (sepasang), mitokondria,
dan serat fibrosa (Wongso, 2007).
2.2.2 Macam spermatozoa menurut kromosom kelamin
Sesuai dengan adanya 2 macam kromosom kelamin pada hewan yang
bersistem XY (umum pada Vertebrata), maka dalam spermatozoa jadi haplon pada
proses meiosis, terbentuklah spermatid yang di sepihak hanya mengandung salah
satu kedua macam kromosom itu: X atau Y. Terbentuklah sperma yang hanya
mengandung kromosom kelamin X, disingkat sperma-X;
lalu ada sperma yang hanya mengandung kromosom kelamin Y, disingkat sperma-Y (Yatim, 1996).
Banyak dihasilkan
Spermatozoa dihasilkan terus-menerus tiap hari. Tapi
bagi hewan yang memiliki musim kawin penghasilan itu lebih kentara giat jika
tiba musim itu. Ada
pula penghasilan berlangsung terus sebelum musim kawin, lalu dicadangkan. Jika
tiba musim kawin dikeluarkan sekaligus semua, sesuai dengan betina yang waktu
itu mengeluarkan pula semua telurnya sekaligus (Soeminto, 1993)
Gerakan
Ketika masih dalam tubulus seminiferus spermatozoa tak
bergerak. Secara berangsur dalam ductus epididymis mengalami pengaktifan.
Ketika keluar dari tubuh kecepatan spermatozoa dalam medium cairan saluran
kelamin betina sekitar 2,5 mm/menit (Yatim, 1996).
Sifat gerakan spermatozoa menentukan juga kemandulan
seseorang pria. Kalau gerakan terlalu lambat, lamban atau gerakan itu tak
menentu arahnya, maka pembuahan sulit berlangsun. Ada batas waktu menunggu bagi ovum untuk
dapat dibuahi. Kalau terlambat spermatozoa datang tak susur lagi (Campbell, 2004).
Ketahanan di luar
tubuh
Spermatozoa mudah sekali terganggu oleh suasana
lingkungan yang berubah. Kekurangan vitamin E menyebabkan ia tak bertenaga
melakukan pembuahan. Terlalu rendah atau tinggi suhu medium pun akan merusak
pertumbuhan dan kemampuan membuahi. Pada mammalia scrotum memilikisuhu lebih
rendah dari suhu tubuh. Perubahan Ph pun merusak sperma. Terlebih terhadap
asam. Keasaman sanggama (vagina) ternyata dapat menyebabkan kemandulan pula,
karena mematikan spermatozoa yang masuk (Adnan, 2006).
2.3 Bagian-bagian
Spermatozoa
2.3.1 Kepala Spermatozoa
Satu spermatozoa terdiri atas
kepala dan ekor. Kepala lonjong dilihat dari atas dan pyriform dilihat dari
samping, lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Panjang kepala 4-5
um, dan lebar 2,5-3,5 um. Sebagian terbesar kepala berisi inti, yang
kromatinnya sangat terkondensasi untuk menghemat ruangan yang kecil, dan untuk
melindungi diri dari kerusakan ketika spermatozoon mencari ovum. Dua pertiga
bagian depan inti diselaputi tutup akrosom berisi enzim untuk menembus dan
memasuki ovum (Yatim, 1994).
Kepala sperma terisi sepenuhnya
dengan materi inti, chromosom, terdiri dari DNA yang bersenyawa dengaan
protein. Informasi genetic yang dibawa oleh spermatozoa di simpan dalam molekul
DNA yang tersusun oleh banyak nukleoitida. Pada mamalia sifat-sifat herediter
di dalam inti sperma termasuk penentuan kelamin embrio (Toelihere, 1981).
2.3.2 Ekor Spermatozoa
Menurut Yatim (1994), ekor sperma
dibagi atas :
1. Leher, bagian penghubung ekor
dengan kepala. Tempat melekat ekor ke kepala disebut implantation fossa, dan bagian ekor yang menonjol disebut capitulum, semacam sendi peluru pada
kepala. Dekat capitulum terletak sentriol depan (proximal), sentriol ujung
(distal) hanya berupa sisa pada spermatozoa matang.
2. Bagian tengah, memiliki teras
yang disebut axonem, terdiri dari 9
duplet mikrotubul radial dan 2 singlet mikrotubul sentral. Susunan axonem sama
dari pangkal ke ujung ekor. Pada bagian ujung selubung mitokondria ada annulus (cincin), tempat melekat membran
flagellum, dan juga sebagai batas dengan bagian utama.
3. Bagian utama, depan panjang 45
um, tebal 0,5 um, yang secara berangsur kian gepeng ke ujung. Sebelah luar ada
seludang fibrosa, terdiri dari batang longitudinal atas-bawah, diselaputi
rusuk-rusuk fibrosa setengah lingkaran.
4. Bagian ujung, panjang 5-7 um,
tidak mengandung selaput fibrosa yang berusuk-rusuk, sehingga ia berstruktur
sama dengan flagellum atau cilium. Di daerah ini axonem berubah komposisinya
jadi singlet.
Gambar : struktur sperma (Adnan,
2006)
Panjang ekor sperma sekitar 40-50
mikron dan berasal dari sentriol spermatid selama spermiogenesis. Ujung
anterior bagian tengah yang berhubungan dengan kepala dikenal sebagai daerah
implantasi. Pemisahan kepala dari ekor dapat terjadi di daerah ini. Ia memberi
gerak maju pada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di daerah
implantasi ekor-kepala dan berjalan kearah distal sepanjang ekor (Toelihere,
1981).
2.4 Spermatozoa Abnormal
Abnormalitas sperma dapat terjadi
pada kepala dan ekor. Abnormalitas sperma diklasifikasikan dalam abnormalitas
primer dan sekunder. Abnormalitas primer
terjadi karena kelainan-kelainan spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi
atau epithel kecambah, sedangkan abnormalitas
sekunder terjadi sesudah sperma meninggalkan tubuli seminiferi, selama
perjalanannya melalui saluran epididymis, selama ejakulasi atau dalam
manipulasi ejakulat termasuk agitasi yang keras, pemanasan berlebihan,
pendinginan yang cepat, kontaminasi dengan air, urine atau antiseptic dan
sebagainya (Toelihere, 1981).
Dalam keadaan normal atau patologis
ada spermatozoa yang berbentuk abnormal. Keabnormalan bentuk itu kebanyakan
pada kepala, mungkin pula pada ekor. Keabnormalan pada kepala seperti: kepala
besar, kepala kecil, kepala kembar, kepala tumpul. Keabnormalan pada ekor
seperti: bagian tengah besar, pada bagian tengah melekat sitoplasma sisa berupa
kantung kecil atau gembungan di kedua sisi, ekor melilit, ekor ganda, ekor
pendek (Yatim, 1996).
Bentuk sperma ada yang normal ada pula yang
tidak normal. Dibawah ini adalah bentuk sperma yang abnormal menurut Wongso
(2007):
1. Makro : 25 % > kepala normal
2. Mikro : 25 % <>
3. Taper : kurus, lebar kepala ½ yang normal, tidak jelas batas
akrosom
4. Amorf : Bentuk kepala yang ganjil, permukaan tidak rata, tidak
jelas batas akrosom
5. Round : bentuk kepala seperti lingkaran, tidak menunjukkan akrosom
5. Round : bentuk kepala seperti lingkaran, tidak menunjukkan akrosom
6.Piri : tidak jelas adanya kepala yang nyata, tampak midpiece dan
ekor saja
7.Cytoplasmic droplet : menempel pada kepala atau midpiece, lebih cerah
8. Ekor abnormal : pendek / spiral / permukaan tidak halus / ganda
7.Cytoplasmic droplet : menempel pada kepala atau midpiece, lebih cerah
8. Ekor abnormal : pendek / spiral / permukaan tidak halus / ganda
Setiap sperma
abnormal tidak dapat membuahi ovum, tanpa memandang apakah abnormalitas
tersebut terjadi di dalam tubuli seminiferi, dalam epididymis atau oleh
perlakuan yang tidak lege artis
terhadap ejakulat. Selama abnormalitas sperma belum mencapai 20 prosen dari
contoh semen, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi
(Toelihere, 1981).
2.5 Motilitas Spermatozoa
Ciri utama spermatozoa adalah motilitas
atau daya geraknya yang dijadikan patokan atau cara yang paling sederhana dalam
penilaian semen untuk inseminasi buatan. Motilitas sperma memegang peranan
penting sewaktu pertemuannya dengan ovum. Ekor sperma mengandung semua sarana
yang perlu untuk motilitas, dan ekor yang telah terpisah dari kepala sperma
dapat bergerak seperti sediakala. Gelombang-gelombang sperma yang berenang
dalam arah yang sama merupakan suatu ciri khas semen sapi dan domba yang belum
diencerkan bila dilihat dibawah
mikroskop. Kecepatan pergerakan sperma bervariasi sesuai dengan kondisi medium
dan suhu (Toelihere, 1981).
Jumlah yang bergerak
maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika
motil maju > 40 %. Ada
orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak majunya, disebut asthenozoospermia. Jika hamper semua
sperma yang diperiksa nampak mati, tak bergerak, disebut necrozoospermia. Berarti orang ini infertile. Tapi ada laporan
mutakhir, spermatozoa yang tak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada
suatu zat sytotoxic atau antibodi yang membuatnya tak bergerak (Yatim, 1994).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum SPH II
Topik III sub Bab “Pengamatan Sel Kelamin” ini dilaksanakan pada hari Kamis 14 Mei 2009,
pukul 13.30 WIB, bertempat di Laboratorium Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah mikroskop, kaca benda, kaca penutup,
mikropipet, tabung reaksi, dan bahannya adalah sperma manusia tidak merokok,
sperma manusia merokok I, sperma manusia merokok II, dan sperma kambing (hewan).
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Sperma Pada Manusia Tidak Merokok
- Diambil satu tetes sperma manusia tidak merokok yang sudah disiapkan menggunakan mikropipet.
- Diletakkan di atas kaca benda, kemudian di tutup dengan kaca penutup.
- Diamati di bawah mikroskop.
- Digambar sperma yang terlihat.
3.2.2 Sperma Pada Manusia
Merokok I
- Diambil satu tetes sperma manusia merokok 1 yang sudah disiapkan menggunakan mikropipet.
- Diletakkan di atas kaca benda, kemudian di tutup dengan kaca penutup.
- Diamati di bawah mikroskop.
- Digambar sperma yang terlihat.
3.2.3 Sperma Pada Manusia Merokok
II
- Diambil satu tetes sperma manusia merokok II yang sudah disiapkan menggunakan mikropipet.
- Diletakkan di atas kaca benda, kemudian di tutup dengan kaca penutup.
- Diamati di bawah mikroskop.
- Digambar sperma yang terlihat.
3.2.4 Sperma Pada Kambing
(Hewan)
- Diambil satu tetes sperma kambing yang sudah disiapkan menggunakan mikropipet.
- Diletakkan di atas kaca benda, kemudian di tutup dengan kaca penutup.
- Diamati di bawah mikroskop.
- Digambar sperma yang terlihat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil Pengamatan
Sperma Secara Makroskopik dan
Mikroskopik
Sample Sperma
|
Volume (ml)
|
pH
|
Warna
|
Kualitas
|
Motilitas
|
Viabilitas
|
Abnormalitas
|
Manusia Perokok (I)
|
1 ml
|
7
|
Putih agak kuning
|
Agak encer
|
Agak pasif
|
Hidup: 10% Mati: 90%
|
Cauda putus dll.
|
Manusia Perokok (II)
|
2,3 ml
|
7
|
Putih agak kuning
|
Lebih kental
|
Agak pasif
|
Hidup: 15% Mati: 85%
|
Berkepala 2 dll.
|
Manusia Tidak merokok
|
2,8 ml
|
7
|
Putih susu bening
|
Kental
|
Agak pasif
|
Hidup: 25% Mati: 75%
|
Kepala kecil dll.
|
Kambing (hewan)
|
2 ml
|
6
|
Putih agak kekuningan
|
Sangat kental
|
Pasif
|
Hidup: 10% Mati: 90%
|
Leher besar dll.
|
4.1.2 Hasil Pengamatan
Karakteristik Perbandingan Sperma Normal dan Abnormal
Sperma Normal
|
Sperma Normal
|
Sperma Abnormal
|
Sperma Abnormal
|
Gambar Literatur
|
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
Gambar Pengamatan
|
(Anonymous, 2009).
|
|
(Anonymous, 2009).
|
|
4.1.3 Perbandingan
Morfologi Sperma Pada Manusia dan Kambing
Sperma Manusia
|
Sperma Kambing (hewan)
|
(Anonymous, 2009).
|
(Anonymous, 2009).
|
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan
pada sel kelamin yang membahas mengenai pengamatan makroskopik terdiri atas
warna sperma, voloume sperma, Ph, dan kekentalan sperma. Dan pada pengamatan
mikroskopik terdiri atas motilitas (pergerakan) massa dan individu, viabilitas (hidup dan
mati), abnormalitas, kriteria jalannya sperma: sangat bagus, bagus, kurang
bagus, dan jelek. Pengamatan ini terdapat 2 sample yakni sperma manusia dan
sperma kambing. Pada sperma manusia terdiri atas 2 sample, yang pertama sperma
manusia perokok (perokok I dan II), yang kedua sperma manusia tidak merokok.
4.2.1 Pengamatan Sperma
Pada Manusia (perokok I)
Berdasarkan hasil pengamatan
pada sperma manusia perokok I memiliki volume 1 ml, berwarna putih agak
kekuningan, kekentalannya agak encer dan pHnya 7. Pada sperma perokok I ini
banyak yang mati, karena tidak terlihat gerak massanya dan tidak motil (gerak
pasif). Terdapat sperma yang gerak lurus (sedikit), ada juga gerak dengan
memutar-mutar, dan yang berlekuk-lekuk tapi sangat lambat. Hal ini mungkin pengaruh
suhu lingkungan dan perlakuan terhadap pewarnaan.
Jumlah spermanya
banyak yang mati daripada perokok II. Jumlah sperma yang hidup 10 % dan sperma
yang mati 90 % dan banyak yang abnormal
seperti yang telah diamati yaitu adanya sperma berkepala 2, lehernya agak
besar, dan caudanya putus. Hal tersebut telah membuktikan, bahwa kualitas
sperma pada manusia (perokok I) jelek (-) karena jumlah kematian sperma (90%),
lebih besar daripada jumlah sperma yang hidup (10%). Disamping itu pula,
terdapat faktor dari manusia itu sendiri (nitrisi, tingkat merokok).
Volume spermatozoa normalnya, sekali keluar
sebanyak 2 sampai 6 mililiter (ml). Jadi, dalam satu ejakulat, terkandung
minimal 20 juta ekor spermatozoa per mililiter-nya. Kalau minimal 2 ml per
ejakulat, berarti dibutuhkan minimal 40 juta ekor sperma agar terjadi pembuahan
(Nugroho, 2003).
Spermatozoa tertimbun di dalam pembuluh epididimis. Di
dalam epididimis spermatozoa menjadi masak terhadap kemampuannya untuk membuahi
ovum. Bila spermatozoa melanjutkan proses kedewasaannya selama dalam perjalanan
di dalam epididimis, massa
protoplasma yang berupa butiran-butiran cytoplasma, yang biasanya berada di
sekitar leher spermatozoa akan bergerak menuju ke bagian ekor dan secara normal
akan terlepas sebelum diejakulasikan, pada waktu spermatozoa itu berada di
dalam epididimis kepala. Namun demikian dapat terjadi bahwa butiran protoplasma
masih tetap tinggal dispermatozoasesudah diejakulasikan dan spermatozoa yang
masih mengandung butiran sitoplasma itu dapat dikatakan bahwa spermatozoa yang
tidak sempurna proses kedewasaannya (Salisbury,
1985).
Jumlah sperma yang normal disebut normozoospermia,
jumlah kurang oligozoospermia. Sementara sperma yang geraknya normal disebut
normozoospermia, gerak kurang disebut asthenozoospermia, dan bentuk kurang
disebut teratozoospermia (Nugroho, 2003).
Spermatozoa merupakan sel yang senantiasa bergerak.
Pergerakannya ini dibutuhkan untuk berbagai keperluan, seperti mendekati
kumpulan sel sertoli untuk memperoleh nutrisi, serta bergerak dalam saluran
genital betina dalam rangka menuju sel telur saat peristiwa fertilisasi. Sperm
motil mempunyai beberapa bagian yaitu kepala dengan akrosom yang mengandung
enzim hialuronidase untuk penetrasi ke dalam ovum, bagian tengah berisi mitokondria
penghasil energi untuk bergerak dan ekor yang mempunyai flagel serta
komponen utama : rangka pusat dengan mikrotubulus, membrane sel tipis dan
sekelompok mitokondria pada bagian proksimal. Gerakan mendekat dan menjauh
memberikan mobilitas pada sperma gerakan ini disebabkan gerak meluncur
longitudinal dalam tubulus posterior dan anterior (Nugroho, 2003).
Banyak-sedikitnya volume cairan sperma yang
dipancarkan saat ejakulasi dipengaruhi oleh faktor frekuensi ejakulasi. Makin
sering ejakulasi dilakukan, makin berkurang volume cairan sperma yang
dipancarkan. Merokok dapat mempengaruhi jumlah sperma, secara signifikan menurunkan jumlah sperma dan
motilitas sperma. Penelitian menunjukan perokok
memiliki jumlah sperma lebih kecil dibanding pria yang tidak merokok (Ozguner,
2005).
4.2.2 Pengamatan Sperma
Pada Manusia (perokok II)
Berdasarkan hasil
pengamatan pada sperma manusia perokok II memiliki volume 2,3 ml, berwarna
putih agak kekuningan, pHnya 7, dan kekentalannya lebih kental daripada perokok
I. Pada sperma perokok II ini tidak terlalu motil karena gerak massanya
terlihat. Ada
sperma yang bergerak dan ada juga yang diam, bergeraknya berlekuk-lekuk, lurus,
memutar-mutar, ada yang cepat, dan lambat.
Abnormalitas
spermanya ditandai adanya caput ukurannya lebih besar, ada sperma yang
berkepala dua berjumlah 5, ditemukan kepala yang bengkok, ujung caput yang
runcing berjumlah 2, ekornya putus ada 3, dan caput kecil. Viabilitas sperma
pada perokok II yakni, jumlah sperma yang mati (85%) lebih besar daripada
jumlah sperma yang hidup (15%). Hal tersebut telah menunjukkan bahwa kualitas
sperma pada perokok II kurang bagus (+). Disamping itu, mungkin adanya faktor
lingkungan terlalu lama dalam suhu kamar dan faktor manusia (individu) itu
sendiri seperti nutrisi, tingkat mengkonsumsi rokok.
Testes sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi
yaitu 1) mengahasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan, dan 2)
mensekresikan hormon kelamin jantan, testosteron. Spermatozoa dihasilkan dalam
tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone), sedangkan
testosteron diproduksi oleh sel-sel intertitial dari Leydig atas pengaruh ICSH
(Intertitial Cell Stimulating Hormone) (Toelihere, 1981).
Spermatozoa yang telah terbentuk dapat sampai ke urethra
(saluran keluar pada penis) jika dibantu oleh cairan yang dihasilkan oleh
vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar cowper. Cairan yang
dihasilkan vesikula seminalis berfungsi membantu spermatozoa agar mudah
bergerak, memberi nutrien, dan menormalkan keasaman PH saluran reproduksi
wanita pada saat kopulasi. Spermatozoa bersama cairan tersebut disebut dengan
istilah semen. Seorang laki-laki saat kopulasi dapat mengeluarkan sekitar
350-360 juta sel sperma dari 3ml (Prasetyo, 2008).
Konsentrasi spermatozoa pada umur produktif lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi pada umur tua. Hal ini terjadi karena pada umur
tua, aktivitas proses spermatogenesis sudah semakin menurun sehingga
spermatozoa yang dihasilkan akan menurun juga. Pada usia lanjut jumlah
spermatogonia tipe A yang merupakan sumber spermatozoa akan menurun. Selain itu
sel Sertoli yang merupakan sumber nutrisi bagi spermazoa dan sel Leydig yang
memproduksi testosteron juga akan menurun jumlahnya seiring dengan bertambahnya
umur (Prasetyo, 2008).
Para peneliti menyatakan rokok memang bertanggungjawab terhadap jeleknya
kualitas sel sperma. Dan sel sperma yang membawa kromosom Y -yang menciptakan
embrio laki-laki- sangat rentan terhadap serangan racun berbahaya akibat rokok
dibandingkan sel sperma pembawa kromosom X, yang bertanggungjawab terhadap
kelahiran anak. Merokok dapat menambah
resiko kesuburan dan disfungsi
ereksi pada pria. Sperma dari pria perokok yang menghabiskan 1 atau 2
bungkus rokok per hari dapat menyebabkan masalah pernafasan bayi (Ozguner,
2005).
4.2.3 Pengamatan Sperma
Pada Manusia Tidak Merokok
Berdasarkan hasil pengamatan
pada sperma manusia tidak merokok memiliki volume 2,8 ml, berwarna putih susu
bening, pHnya 7, kekentalannya lebih kental dibandingkan perokok (I dan II).
Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas
sperma bagus. Pada sperma manusia tidak merokok, geraknya banyak yang
pasif, karena (mungkin) faktor lingkungan yang terlalu lama dalam suhu kamar.
Terdapat sperma yang bergerak dengan cara memutar, berlekuk-lekuk, bergerak
lurus, dan ada juga dengan spiral. Abnormalitas spermanya ditandai adanya
sperma yang kepalanya bengkok, kepalanya ada yang kecil, caudanya putus, dan
banyak yang diam (pasif).
Viabilitas sperma
pada manusia tidak merokok yaitu jumlah sperma yang mati (75%) lebih besar
daripada jumlah sperma yang hidup (25%). Hal ini telah menunjukkan bahwa
kualitas sperma cukup bagus, meskipun prosentase sperma yang hidup kurang dari
50% (25%). Jika dibandingkan dengan perokok I dan II kualitas spermanya lebih
bagus tidak merokok. Telah dibuktikan dengan nyata bahwa mengkonsumsi rokok itu
berbahaya bagi kesehatan khususnya berakibat pada sel kelamin. Disamping itu
adanya faktor-faktor dari luar seperti nutrisi dll.
Menurut Yatim (1994), volume sperma pria dapat
digolongkan atas :
1. Aspermia : 0 ml
2. Hypospermia : < 1 ml
3. Normospermia : 1-6 ml
4. Hyperspermia : > 6 ml
Warna normal ialah
seperti lem kanji atau putih-kelabu. Jika agak lama abstinensi kekuningan. Jika
putih atau kuning tandanya banyak lekosit, yang mungkin oleh adanya infeksi
pada genetalia. Beberapa macam obat, seperti antibiotika dapat mewarnai semen
(Yatim, 1994).
Semen normal setelah ejakulasi segera menggumpal (koagulasi).
Kalau langsung encer ketika di tamping berarti ada gangguan pada vesikula
seminalis atau ductus ejakulatorius. Kekentalan semen dapat diperiksa dengan
alat yang disebut viscometer. Secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan
mencelupkan batang kaca ke obyek yang sudah ditetesi semen, diangkat pelan,
diukur tinggi benang yang terjadi antara batang kaca dan obyek sampai batas
putus. Viskositas normal jika panjang benang 3-5 cm (Yatim, 1994).
Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis melalui
proses yang disebut spermatogenesis. Sperma pertama kali dilepaskan pada saat
pubertas, dan ini merupakan puncak dari serangkaian kejadian yang diawali
kehidupan fetus. Spermatozoa pada spesies yang berbeda mempunyain ukuran yang
bervariasi. Pada umumnya sperma terdiri atlas dua tipe yaitu sperma yang
memiliki ekor dinamakan sperma tipe hematospermium sedangkan sperma yang tidak
memiliki ekor dinamakan sperma tipe anemotispermium (Adnan, 2006).
Alat gerak sperma
terletak pada bagian ekor spermatozoa yang disusun oleh aksonema, pada
spermatozoa mempunyai struktur flagella atau silia. Aksonema terdiri atas
sepasang mikrotubulus sentral (mikrotubulus singlet) dikelilingi oleh
pasang mikrotubulus duplet disebelah luarnya (Ozguner, 2005).
4.2.4 Pengamatan Sperma Pada
Kambing
Berdasarkan hasil pengamatan
pada sperma kambing (hewan), hal ini berbeda dari segi morfologi sperma maupun
pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Karena antara morfologi sperma manusia
dan kambing (hewan) itu berbeda. Pada sperma kambing memiliki volume 2 ml,
berwarna putih agak kekuning-kuningan, pHnya 6, dan kekentalannya sangat kental
dibandingkan pada manusia perokok I, II, dan manusia tidak merokok. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kualitas sperma kambing sangat bagus mungkin kambing
(hewan) herbivora, sehingga tidak adanya kontaminasi nutrisi pada bahan kimia.
Hasil pengamatan
pada sperma kambing berbentuk caput lonjong, caudanya lebih panjang dari sperma
manusia, geraknya lurus, pergerakannya normal, tapi bergerak lambat.
Abnormalitasnya ekor melekuk / tidak lurus, caput pipih. Viabilitas sperma
sesudah diencerkan yang hidup 10% dan yang mati 90%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa yang hidup 10% tidak menyerap warna dan yang mati 90 menyerap warna lebih
banyak.
Menurut Hafez (2000), menyatakan bahwa volume per
ejakulat pada kambing adalah antara 0,20 sampai dengan 1,20 ml. Jika
dibandingkan dengan standar Kampoeng Ternak (minimal 0,80 ml), hasil tersebut
menunjukkan bahwa semua pejantan masuk standar.
Warna semen pada kambing krem, kental. Secara umum hasil
ini sesuai dengan standar penelitian. pH berada pada kisaran 5,9 – 7,3.
Pemeriksaan secara mikroskopik, gerakan massa
semen yang diperiksa semuanya berada pada kondisi positif 3 (+++), yang berarti
gerakan cepat berpindah. Motilitas spermatozoa sebesar 87,50 % (Ozguner, 2005).
Menurut Toelihere (1979), motilitas atau daya gerak
spermatozoa dijadikan patokan sederhana dalam penilaian kualitas semen untuk
inseminasi buatan. Motilitas juga dapat menunjukkan kemampuan spermatozoa untuk
mencapai saluran reproduksi betina. Dengan kualitas motilitas di atas dapat
disimpulkan bahwa kualitas semen hasil pemeriksaan dapat digunakan untuk
inseminasi buatan.
4.2.5 Perbandingan
Pengamatan Sperma Manusia Perokok I dengan Perokok II
Berdasarkan hasil pengamatan pada sperma manusia perokok
I memiliki volume 1 ml, berwarna putih agak kekuningan, kekentalannya agak
encer dan pHnya 7. Pada sperma perokok I ini banyak yang mati, karena tidak
terlihat gerak massanya dan tidak motil (gerak pasif). Terdapat sperma yang
gerak lurus (sedikit), ada juga gerak dengan memutar-mutar, dan yang
berlekuk-lekuk tapi sangat lambat. Hal ini mungkin pengaruh suhu lingkungan dan
perlakuan terhadap pewarnaan.
Jumlah spermanya
banyak yang mati daripada perokok II. Jumlah sperma yang hidup 10 % dan sperma
yang mati 90 % dan banyak yang abnormal
seperti yang telah diamati yaitu adanya sperma berkepala 2, lehernya agak
besar, dan caudanya putus. Hal tersebut telah membuktikan, bahwa kualitas
sperma pada manusia (perokok I) jelek (-) karena jumlah kematian sperma (90%),
lebih besar daripada jumlah sperma yang hidup (10%). Disamping itu pula,
terdapat faktor dari manusia itu sendiri (nitrisi, tingkat merokok).
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada sperma
manusia perokok II memiliki volume 2,3 ml, berwarna putih agak kekuningan,
pHnya 7, dan kekentalannya lebih kental daripada perokok I. Pada sperma perokok
II ini tidak terlalu motil karena gerak massanya terlihat. Ada sperma yang bergerak dan ada juga yang
diam, bergeraknya berlekuk-lekuk, lurus, memutar-mutar, ada yang cepat, dan
lambat.
Abnormalitas
spermanya ditandai adanya caput ukurannya lebih besar, ada sperma yang
berkepala dua berjumlah 5, ditemukan kepala yang bengkok, ujung caput yang
runcing berjumlah 2, ekornya putus ada 3, dan caput kecil. Viabilitas sperma
pada perokok II yakni, jumlah sperma yang mati (85%) lebih besar daripada
jumlah sperma yang hidup (15%). Hal tersebut telah menunjukkan bahwa kualitas
sperma pada perokok II kurang bagus (+). Disamping itu, mungkin adanya faktor
lingkungan terlalu lama dalam suhu kamar dan faktor manusia (individu) itu
sendiri seperti nutrisi, tingkat mengkonsumsi rokok.
4.2.6 Perbandingan
Pengamatan Sperma Manusia Tidak Merokok dengan Sperma Manusia Perokok II
Berdasarkan hasil pengamatan pada
sperma manusia tidak merokok memiliki volume 2,8 ml, berwarna putih susu
bening, pHnya 7, kekentalannya lebih kental dibandingkan perokok (I dan II).
Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas
sperma bagus. Pada sperma manusia tidak merokok, geraknya banyak yang
pasif, karena (mungkin) faktor lingkungan yang terlalu lama dalam suhu kamar.
Terdapat sperma yang bergerak dengan cara memutar, berlekuk-lekuk, bergerak
lurus, dan ada juga dengan spiral. Abnormalitas spermanya ditandai adanya
sperma yang kepalanya bengkok, kepalanya ada yang kecil, caudanya putus, dan
banyak yang diam (pasif).
Viabilitas sperma
pada manusia tidak merokok yaitu jumlah sperma yang mati (75%) lebih besar
daripada jumlah sperma yang hidup (25%). Hal ini telah menunjukkan bahwa
kualitas sperma cukup bagus, meskipun prosentase sperma yang hidup kurang dari
50% (25%). Jika dibandingkan dengan perokok I dan II kualitas spermanya lebih
bagus tidak merokok. Telah dibuktikan dengan nyata bahwa mengkonsumsi rokok itu
berbahaya bagi kesehatan khususnya berakibat pada sel kelamin. Disamping itu
adanya faktor-faktor dari luar seperti nutrisi dll.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada sperma manusia perokok
II memiliki volume 2,3 ml, berwarna putih agak kekuningan, pHnya 7, dan
kekentalannya lebih kental daripada perokok I. Pada sperma perokok II ini tidak
terlalu motil karena gerak massanya terlihat. Ada sperma yang bergerak dan ada juga yang
diam, bergeraknya berlekuk-lekuk, lurus, memutar-mutar, ada yang cepat, dan
lambat.
Abnormalitas
spermanya ditandai adanya caput ukurannya lebih besar, ada sperma yang
berkepala dua berjumlah 5, ditemukan kepala yang bengkok, ujung caput yang
runcing berjumlah 2, ekornya putus ada 3, dan caput kecil. Viabilitas sperma
pada perokok II yakni, jumlah sperma yang mati (85%) lebih besar daripada
jumlah sperma yang hidup (15%). Hal tersebut telah menunjukkan bahwa kualitas
sperma pada perokok II kurang bagus (+). Disamping itu, mungkin adanya faktor
lingkungan terlalu lama dalam suhu kamar dan faktor manusia (individu) itu
sendiri seperti nutrisi, tingkat mengkonsumsi rokok.
Perbandingan Pengamatan Sperma Manusia Tidak Merokok dengan
Sperma Kambing (Hewan)
Berdasarkan hasil pengamatan pada sperma manusia tidak
merokok memiliki volume 2,8 ml, berwarna putih susu bening, pHnya 7,
kekentalannya lebih kental dibandingkan perokok (I dan II). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kualitas sperma bagus.
Pada sperma manusia tidak merokok, geraknya banyak yang pasif, karena (mungkin)
faktor lingkungan yang terlalu lama dalam suhu kamar. Terdapat sperma yang
bergerak dengan cara memutar, berlekuk-lekuk, bergerak lurus, dan ada juga
dengan spiral. Abnormalitas spermanya ditandai adanya sperma yang kepalanya
bengkok, kepalanya ada yang kecil, caudanya putus, dan banyak yang diam
(pasif).
Viabilitas sperma
pada manusia tidak merokok yaitu jumlah sperma yang mati (75%) lebih besar
daripada jumlah sperma yang hidup (25%). Hal ini telah menunjukkan bahwa
kualitas sperma cukup bagus, meskipun prosentase sperma yang hidup kurang dari
50% (25%). Jika dibandingkan dengan perokok I dan II kualitas spermanya lebih
bagus tidak merokok. Telah dibuktikan dengan nyata bahwa mengkonsumsi rokok itu
berbahaya bagi kesehatan khususnya berakibat pada sel kelamin. Disamping itu
adanya faktor-faktor dari luar seperti nutrisi dll.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada sperma
kambing (hewan), hal ini berbeda dari segi morfologi sperma maupun pengamatan
makroskopik dan mikroskopik. Karena antara morfologi sperma manusia dan kambing
(hewan) itu berbeda. Pada sperma kambing memiliki volume 2 ml, berwarna putih
agak kekuning-kuningan, pHnya 6, dan kekentalannya sangat kental dibandingkan
pada manusia perokok I, II, dan manusia tidak merokok. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kualitas sperma kambing sangat bagus mungkin kambing (hewan) herbivora,
sehingga tidak adanya kontaminasi nutrisi pada bahan kimia.
Hasil pengamatan
pada sperma kambing berbentuk caput lonjong, caudanya lebih panjang dari sperma
manusia, geraknya lurus, pergerakannya normal, tapi bergerak lambat.
Abnormalitasnya ekor melekuk / tidak lurus, caput pipih. Viabilitas sperma
sesudah diencerkan yang hidup 10% dan yang mati 90%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa yang hidup 10% tidak menyerap warna dan yang mati 90 menyerap warna lebih
banyak.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan
dan pembahasan diatas serta didukung oleh beberapa literatur maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Gamet (sel kelamin) merupakan produk akhir dari gametogenesis yang
berlangsung di dalam gonad (testis).
2. Sperma yaitu sel yang diproduksi
oleh organ kelamin jantan dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel
telur dalam tubuh betina.
3. Secara esensial sperma terdiri dari kepala, leher dan ekor.
4.
Pada pengamatan sperma pada pria merokok 1, warna
sperma putih agak bening dan encer. Motilitas atau daya gerak tidak bagus.
Sekitar 65 % bentuk sperma normal dan 35 % sperma tidak normal. Pria perokok
memiliki jumlah sperma lebih kecil dibanding pria yang tidak merokok.
5. Pada pengamatan sperma pada pria
tidak merokok warnanya putih kekuningan, dan kental. Motilitas atau daya gerak
bagus. Sekitar 90 % sperma normal dan 10 % tidak normal. Bentuk kepala sperma
normal berbentuk bulat telur, ekor lebih panjang daripada leher.
6. Pada pengamatan sperma pada
kambing warna putih kekuningan (sangat pekat) dan sangat kental. Motilitas atau
daya gerak bagus. Sekitar 80 % bentuk sperma yang normal dan 20 % sperma yang
tidak normal. Pada kambing bentuk kepala sperma pipih memanjang, dengan leher
dan ekor sperma pendek.
7. Pada pengamatan pria merokok 2,
warna sperma putih agak bening dan encer. Motilitas atau daya gerak sangat
tidak bagus Sekitar 60 % bentuk sperma normal dan 40 % sperma tidak normal. Secara signifikan merokok
dapat menurunkan jumlah sperma dan
motilitas sperma.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan diharapkan adanya kerjasama
antara para praktikan, asisten laboratorium serta para dosen pengampu mata
kuliah Struktur Perkembangan Hewan II ini, agar praktikum ini berjalan sesuai
yang diharapkan. Demii terciptanya suasana praktikum yang lancar diharapkan
disiplin waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi. Makasar :
Jurusan Biologi FMIPA UNM
Campbell, N. A.2004. Biologi Edisi ke
5 Jilid III. Jakarta
: Erlangga
Ozguner M, Koyu A, Cesur G et al.
2005 Biological and morphological effects
on the reproductive organ of rats after exposure to electromagnetic field.
Saudi Medical Journal 26, 405-410
Prasetyo, W. E. 2008a. Usia Tua Mempengaruhi Kulaitas Sperma . Bogor : Agricultural
University
Sistina, Yulia. 2000. Biologi
Reproduksi. Purwokerto : Fakultas Biologi Unsoed
Soeminto. 1993. Dasar – dasar Embriologi. Purwokerto :
Fakultas Biologi Unsoed
Toelihere. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Angkasa
Wongso, Anton Darsono.2007. Membaca Analisis Sperma. http:// klinik
andrologi blogspot.com.diakses tanggal 17 mei 2009
Yatim, wildan. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung:
Tarsito
Yatim, wildan. 1996. Histologi. Bandung: Tarsito
0 komentar:
Posting Komentar